Cemari Sungai Siak, Aktivis Tolak UU Minerba di Depan PLTU Tenayan Raya

bentangkan-spanduk.jpg
(LBH Pekanbaru)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Alumni sekolah energi bersih Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru bersama Pegiat HAM dan lingkungan yang tergabung dalam koalisi #BersihkanRiau dan nelayan Sungai Siak melakukan aksi membentangkan spanduk di depan PLTU Tenayan Raya pada kamis 30/7/21 sore.

Pembentangan spanduk tersebut dilakukan di atas perahu nelayan Sungai Siak sebagai bentuk dukungan terhadap uji materi di MK yang saat ini dilakukan oleh Tim advokasi Undang-undang Mineral dan Batubara (Minerba) untuk mencabut UU No.3 Tahun 2020.

Hal ini sekaligus sebagai langkah untuk memberitahukan kepada masyarakat Riau, khususnya masyarakat kota Pekanbaru bahwa situasi sungai siak dalam ancaman kerusakan ekologis.

“Revisi atau perubahan dalam UU Minerba menghapus dan mengubah ketentuan-ketentuan sentral dalam UU No. 4 Tahun 2009 yang memberikan kewenangan pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam menjalankan fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan mineral dan batubara," kata Anggota LBH Pekanbaru, Noval Setiawan, Minggu, 1 Agustus 2021.

Lebih jauh Noval menjelaskan revisi ini membuat industri batubara di hulu dan di hilirnya minim pengawasan oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah, tentu ini merugikan masyarakat sekitar tambang batu bara juga sekitaran PLTU yang terdampak oleh Limbah Fly ash dan Bottom Ash (FABA) dari PLTU.


Selain itu, Noval juga mengatakan Pasal 162 dalam UU tersebut juga berpotensi untuk mengkriminalisasi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan yang sehat didaerahnya.

Ketidakpastian hukum dalam pasal tersebut akan mengakibatkan rasa takut dan tidak aman bagi masyarakat untuk membangun relasi, komunikasi, hubungan, penguasaan dan pengelolaan masyarakat atas tanah dan melakukan protes atau penuntutan terhadap dugaan pelanggaran-pelanggaran kasus yang terjadi di sektor pertambangan.

Selain itu pula, adanya peralihan wewenang pemerintah daerah ke pemerintah pusat dalam revisi tersebut semakin memberi kemudahan untuk mengekploitasi sumber daya alam yang berakibat pada rusaknya lingkungan. Hal ini juga bisa berdampak pada penyingkiran hak masyarakat yang berada diatasnya.

"Jika melihat peta wilayah pertambangan Provinsi Riau. UU No. 3 2020 berpotensi mengakibatkan kerusakan yang luar biasa, sejalan dengan itu pertambangan akan menghilangkan budaya masyarakat adat yang telah lama hidup diatasnya,” ujar Anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Fandi Rahman.

Tercemarnya sungai siak saat ini tidak lepas dari banyaknya limbah industri dari pabrik-pabrik yang berada disekitaran sungai siak, salah satunya PLTU Tenayan Raya.

Untuk itu perlu adanya tindakan dari pemerintah untuk segera melakukan pemulihan terhadap sungai Siak, juga melakukan fungsi pengawasan untuk menindak perusahaan yang melakukan pembuangan limbah ke sungai Siak melalui tahapan tahapan yang sudah diatur.

Salah satu nelayan Sungai siak, Atan Keok mengatakan bahwa kondisi Sungai Siak saat ini tidak sebanding dengan dahulu sebelum banyak berdiri perusahaan, PKS, PLTU, belum lagi PLTG yang akan didirikan tepat samping PLTU Tenayan raya. Saat ini, pendapatan sebagai nelayan berkurang jauh karna ikan tak lagi mau mendekat.

“Kepada perusahaan-perusahaan yang berdiri di sekitaran Sungai Siak, jika membuang limbah jangan ke Sungai Siak. Karena yang terkena dampak dari limbah tersebut adalah masyarakat sekitar yang kesehariannya menggunakan air Sungai Siak, seperti mandi, mencuci baju, piring juga menggantungkan hidup sebagai nelayan,” Tambah Atan Keok.