RIAU ONLINE - Garis keturunan Bahar bin Smith tengah menjadi sorotan publik. Netizen ramai membahas sejarah catatan keturunan Rasulullah di Indonesia dan ingin tahu kebenaran dari catatan Rabithah Alawiyah terkait silsilah Bahar bin Smith.
Silsilahnya diungkap Bahar bin Smith saat memberikan pengakuan di pengadilan dalam kasus ujaran kebencian mengandung SARA. Saat itu, ia mengaku sebagai keturunan Rasulullah hingga kembali viral dan dibahas di media sosial.
Pendiri dan pemimpin Majelis Pembela Rasulullah bernama asli Sayyid Bahar bin Ali bin Smith itu mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad ke-29.
Lantas, benarkah Bahar bin Smith keturunan Nabi Muhammad SAW?
Menurut data yang dirilis Lembaga Rabithah Alawiyah, Habib Bahar bin Smith merupakan keturunan ke-37, berbeda dengan pengakuannya di pengadilan yang menyebut dirinya sebagai keturunan ke-29.
Lembaga yang bertugas memelihara sejarah dan silsilah keturnan cucu Nabi Muhammad di Indonesia itu menyebut Bahar bin Smith keturnan ke-37 dari Nabi Muhammad dari jalur Husein, cucu Rasulullah SAW.
Berikut silsilah Bahar bin Smith dari dokumen yang dirilis Rabithah Alawiyah. Nabi Muhammad saw, dilansir dari Suara.com, Minggu, 7 Juli 2024.
1. Fathimah Az-Zahra (radhiyallahu ‘anha)
2. Al-Husein Sayyidus Syuhada (radhiyallahu ‘anhu)
3. Ali Zainal Abidin
4. Muhammad Al-Baqir
5. Jafar Ash-Shadiq
6. Ali Uraidy
7. Muhammad An-Nagieb
8. Isa Arrumi
9. Ahmad Al-Muhajir
10. Ubaidillah
11. Alwi Alawiyyin
12. Muhammad
13. Alwi
14. Ali (Khali’ Qosam)
15. Muhammad (Shohib Marbath)
16. Alwi (Ammul Faqih)
17. Abdurrahman
18. Ahmad (Al Faqih)
19. Alwi
20. Ahmad
21. Abdurrahman
22. Ali
23. Muhammad (Semith)
24. Abdullah
25. Salim
26. Ali
27. Abdurrahman
28. Ahmad
29. Zein
30. Umar
31. Husein
32. Abdurrahman
33. Alwi
34. Abdurrahman
35. Ali
36. Bahar
Di Indonesia, catatan keturunan Rasulullah didokumentasikan oleh lembaga Rabithan Alawiyah yang didirikan pada 1928. Awalnya Rabithah Alawiyah didirikan untuk mendidik anak yatim piatu, menolong para janda, orang tidak mampu bekerja, fakir miskin, serta memelihara keturunan sayyid.
Lembaga ini juga berkeinginan mendirikan sekolah-sekolah. Pada 10 Maret 1932, Rabithah Alawiyah mendirikan Maktab Daimi, lembaga otonom yang bertugas memelihara sejarah dan mencatat silsilah keturunan Rasulullah saw di pelosok nusantara.
Keturunan Alawi dapat mendaftar ke lembaga tersebut agar keluarganya dimasukkan ke dalam silsilah keturunan Nabi. Setiap keturunan Alawi yang ingin mendaftar harus mengisi formulir, menyertakan saksi, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan wajib menyebutkan silsilah sampai kakek ke 5. M
Mereka juga harus menunjukkan manuskrip dan bukti-bukti lain untuk menunjukkan bukti nasabnya. Nantinya akan diperiksa apakah nasab tersebut tersambung ke buku induk keturunan Rasulullah atau tidak.
Cara lain mengenali alawiyin berdasarkan lembaga tersebut ialah dari marganya. Rabithah Alawiyah mencatat ada sekitar 68 marga yang merupakan keturunan Alawi, termasuk di antaranya Alatas, Assegaf, Shihab, Shahab, Alaydrus, Al-juffrie, Alhamid, dan Almuhdor.
Berdasarkan buku Menakar Nasab Habib di Indonesia karya K.H Imaduddin Utsman al-Bantani, para habib di Indonesia datang pada sekitar tahun 1880 M dari Yaman sampai tahun 1943 sebelum kedatangan Jepang.
Di Indonesia, mereka kebanyakan tidak melakukan asimilasi dengan penduduk lokal, dari itu maka mereka dapat dikenali dengan mudah dari marga-marga yang diletakan di belakang nama mereka, seperti Assegaf, Allatas, Al-Idrus, bin Sihab, bin Smith dan lainnya.
Mereka mengaku sebagai keturunan Nabi Besar Muhammad SAW. Menurut mereka, mereka adalah dari keturunan keluarga Bani Alawi (Ba'alawi). Ba'alawi sendiri adalah rumpun keluarga di Yaman yang di mulai dari datuk mereka yang bernama Alawi bin Ubaidillah.
Jika merujuk pada marga yang disebutkan oleh buku Menakar Nasab Habib di Indonesia tersebut, nama Habib Bakar bin Smith, kemungkinan memang memiliki hubungan sebagai keturunan Nabi Muhammad saw karena menyandang marga bin Smith di belakang namanya. Namun, K.H. Imaduddin Utsman al-Bantani sendiri dalam bukunya menggugat agar penentuan nasab para keturunan nabi ini dilakukan lebih jeli.