Polemik ODOL di Indonesia Tak Kunjung Usai

Truk-ODOL3.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE - Permasalahan truk over dimension over loading (ODOL) hingga kini masih menjadi polemik di Indonesia. Kini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah memutar strategi demi menyelesaikan permasalah truk ODOL.

Rencananya, Kemenhub pada 2023 ini akan mulai menerapkan kebijakan Zero ODOL. Namun, permasalahan truk ODOL yang menjelma menjadi polemik tidak mudah untuk diselesaikan.

Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengatakan belum adanya koordinasi dengan para stakeholder menjadi penyebab masalah ODOL ini tak kunjung usai. Para sopir truk misalnya, hingga kini masih belum menerima kebijakan Zero ODOL karena merasa sangat dirugikan.

“Para sopir merasa keberatan dengan penindakan ODOL yang hanya dikenakan hanya kepada mereka saja, sementara pemilik kendaraannya tidak. Nah, permasalahan ini hingga sekarang masih belum ada solusinya,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat, dikutip dari Liputan6.com, Selasa, 7 Februari 2023.

Permasalahan antara Kementerian Perindustrian dengan Kepolisian, dan Dirjen Perhubungan Darat hingga kini juga belum ada solusinya. Selain itu, antara daya dukung jalan dengan beban yang melewati tidak seimbang menyebabkan jalan-jalan itu cepat mengalami kerusakan.

“Ibarat manusia, dia hanya mampu membawa 100 kilo dikasih beban 1 ton, ya ambruk lah orangnya,” tukasnya.

Menurut Lasarus, ada permasalah di jembatan timbang yang hingga kini belum memiliki gudang-gudang penyimpanan barang. Ia menyebut hal ini sangat merugikan para sopir karena barang-barang mereka yang diturunkan akibat kelebihan muatan akan menjadi rusak.

“Begitu juga pemilik truk ODOL yang sudah dipotong Kemenhub, mereka komplain karena pemotongan serupa ternyata tidak itu dilakukan di semua daerah. Ini kan menjadi panjang urusannya,” ucapnya.

Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Ridwan Bae. Ridwan menyebut masalah ODOL sampai saat ini tak pernah tuntas. Menurutnya, Kemenhub perlu berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait lainnya mengingat kebijakan ODOL ini memiliki dampak yang luas.

“Masyarakat juga banyak yang dirugikan karena barang-barang mereka tidak bisa bersaing di tempat lain. Jadi banyak faktor yang harus dilihat. Karena itu, sudah tidak boleh kecil berpikirnya Pak Dirjen, harus besar. Nah, cara besarnya adalah bagaimana caranya berkoordinasi dengan kementerian yang lain,” ucapnya.

Anggota Komisi V, Suryadi Jaya Purnama, bahkan menyarankan perlu mengevaluasi dan menyusun kembali target-target terhadap penerapan larangan ODOL. Dia beralasan masih banyaknya aspek yang harus dibenahi terkait pelarangan ODOL ini dan masalahnya sangat kompleks.


“Oleh karena itu, kami mengusulkan agar larangan ODOL ini dievaluasi, kemudian dibuat perencanaan ulang secara lebih terintegrasi,” tukasnya.

Dia menyoroti adanya peran industri karoseri yang justru memicu keberadaan ODOL ini, tapi pemerintah justru memberikan izin untuk penjualannya. Tapi, saat dilakukan penindakan di jalan terhadap truk-truk ODOL, yang dikenakan hukuman itu justru para sopir dan tidak industri karoserinya.

“Oleh karena itu, kita perlu membuat regulasi yang lebih adil,” tukasnya.

Perlakuan berbeda-beda di masing-masing daerah yang merugikan para sopir truk juga menjadi masalah lainnya yang masih muncul terkait larangan ODOL.

“Di Jawa para sopir ini tidak ada masalah, tapi begitu di Bali, mereka tidak diizinkan masuk dan bahkan disuruh pulang lagi ke Jawa. Ini kan sangat merugikan para sopir, apalagi yang membawa muatan cabai atau tomat, bisa rusak semua,” katanya.

Sehingga, menurutnya Kemenhub sama sekali belum siap untuk mengimplementasikan kebijakan pelarangan ODOL ini.

Saya menyarankan lebih baik kelas jalannya saja yang dibenahi dan harus kita tingkatkan. Kalau ini dilakukan, berapapun bobot dari truk itu tidak akan bermasalah lagi,” ujarnya.

Anggota Komisi V lainnya seperti Hamka Baco Kady, Bakri, Eddy Santana Putra, dan Muhammad Aras, menyoroti keberadaan jembatan timbang yang justru memicu kemacetan jalan.

“Dari kunjungan saya ke Jambi kemarin, saya melihat di sana ada jembatan timbang yang dijejali dengan truk- truk yang berat. Saya melihat paparan bapak Dirjen Hubdar untuk tahun 2023, belum ada satu langkah konkret yang dilakukan untuk penyelesaian ODOL ini,” ungkap Hamka.

Selain itu, kata Bakri, jembatan timbang di Indonesia itu penuh dengan masalah.

“Saya tidak bayangkan kalau truk-truk itu distop karena melebihi timbangannya dan dibongkar, bisa dibayangkan akan terjadi kemacetan yang sangat panjang di sana,” ucapnya.

Edi Santana bahkan menyampaikan bahwa sangat sulit untuk menerapkan Zero ODOL itu.

“Kalau lebih muatan, itu kan perlu gudang untuk penyimpanannya. Dan gudang-duang itu belum tersedia di jembatan-jembatan timbang kita,” ujarnya.

Sementara itu, Aras juga menemukan banyak jembatan-jembatan timbang yang tidak berfungsi dan kurangnya petugas yang bekerja di jembatan timbang tersebut.