Relawan, Menteri, Sampai Elite Politik Kembali Dengungkan Jokowi 3 Periode

presiden-jokowi-tentang-ppkm.jpg
(Youtube)

RIAU ONLINE - Bak buih di atas lautan, wacana presiden tiga periode yang sempat hilang dan timbul kembali. Isu itu makin kencang di masa periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Sejumlah sosok dari berbagai kalangan hingga kritikus menilai bahwa beberapa elite politik, terutama yang berada di lingkaran Presiden Jokowi tengah berupaya mendorong Jokowi agar lebih lama lagi 'berkuasa' di negeri ini. Faktanya, para elite politik pendukung sang presiden menjadi yang paling condong mendengungkan Jokowi tiga periode.

Merunut ke belakang, wacana presiden tiga periode didengungkan sejumlah elite, mulai dari jajaran menteri, petinggi partai, hingga barisan relawan atau pendukung Jokowi.

Sedangkan Jokowi, memberikan respon yang tak selalu sama di setiap munculnya wacana tersebut. Ada pula yang menuding bahwa Jokowi bahkan 'menikmati' wacana itu.

Wacana jabatan presiden tiga periode pertama kali muncul pada 2019. Berawal dari wacana amandemen UUD 1945. Beberapa usulan masa jabatan presiden pun mengemuka di tahun itu.

Ada pula usulan untuk masa jabatan presiden menjadi 8 tahun untuk satu periode. Ada juga yang usul masa jabatan presiden jadi 4 tahun dan bisa dipilih sebanyak 3 kali.

Menanggapi isu itu, Jokowi tegas menyatakan ketidaksetujuannya. Ia bahkan curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan usulan wacana presiden tiga periode tersebut.

"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta pada 2 Desember 2019, dikutip dari Suara.com, Rabu, 14 Desember 2022.

Sejak awal, Jokowi mengaku telah menegaskan bahwa dirinya adalah produk langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.

Setelahnya isu jabatan presiden 3 periode kemudian redam seiring penegasan Jokowi tersebut.

Wacana itu sempat hilang pada 2020 lalu kala masyarakat dan pemerintah tengah disibukkan dengan wabah Covid-19 yang melanda dunia. Gonjang-ganjing politik pun sedikit mereda di dalam negeri.

Kendati sempat meredup, wacana itu muncul kembali pada 2021. Pada Maret 2021 wacana presiden 3 presiden menyeruak setelah mantan Ketua MPR Amien Rais menyatakan adanya skenario mengubah ketentuan masa jabatan presiden yang tertuang dalam UUD 1945.

Saat itu isu politik kembali menghangat. Berbagai kalangan menolak tegas wacana presiden tiga periode. Meski begitu, sejumlah pihak sayup-sayup menyatakan keinginan agar Jokowi bisa memimpin Indonesia jadi tiga periode.

Sama seperti di 2019, Jokowi tegas tidak berminat menjabat presiden tiga periode.

"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi sebagaimana dilansir Suara.com dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 15 Maret 2021.


Jokowi lagi-lagi menyatakan sikap tegas dan tak akan berubah. Sebagaimana bunyi konstitusi bahwa masa jabatan presiden dibatasi selama dua periode.

Meski demikian, sejumlah kalangan dekat Jokowi banyak yang mendengungkan masa jabatan presiden tiga periode. Di mana salah satu alasannya adalah masa pandemi Covid-19.

Setelah 2021, wacana presiden tiga periode pun nyaris hilang hingga kembali terdengar pada Maret 2022. Kali ini lebih masih. Sejumlah pentolan partai pendukung Jokowi terang-terangan mengusulkan penundaan Pemilu 2024.

Hal ini pertama kali mencuat ketika Ketum PKB, Muhaimin Iskandar, mengusulkan penundaan pemilu. Bak permainan estafet, wacana ini pun ditangkap dan diamini oleh Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Wacana penundaan pemilu lantas berkembang jadi wacana presiden tiga periode. Kalangan menteri kali ini bertindak mendengungkan wacana tersebut. Mulai dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Setelah cukup lama, Jokowi akhirnya kembali angkat bicara. Sang presiden sekali lagi menegaskan kepatuhannya pada konstitusi UUD 1945.

"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 4 Maret 2022.

Kendati demikian, Jokowi menyebut bahwa wacana penundaan pemilu maupun jabatan presiden tiga periode tidak bisa dilarang. Kata dia, hal itu bagian dari demokrasi.

Pernyataan itu memantik kritik, khususnya dari para 'lawan' politik Jokowi atau yang di luar pemerintahan. Jokowi dianggap tidak tegas, bahkan 'menikmati' wacana tersebut.

Tak hanya kritik, sejumlah aksi massa digelar di beberapa daerah, mereka tegas menolak adanya penundaan pemilu maupun jabatan presiden tiga periode.

Hingga pada April 2022, Jokowi menegaskan agar jajaran menterinya lebih fokus pada masalah yang dihadapi negara. Ia melarang para menterinya bicara lagi soal isu presiden tiga periode ataupun penundaan pemilu.

"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan, nggak," tegas Jokowi saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2022.

Wacana itu sempat redup selama beberapa bulan, dan kembali didengungkan pada Agustus 2022. Kalangan pendukung atau relawan Jokowi mendengungkan presiden tiga periode dalam Forum Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang digelar pada Minggu, 28 Agustus 2022.

Saat itu Jokowi menunjukkan sikap 'abu-abu'. Padahal sebelumnya Jokowi tegas menolak wacana tersebut. Namun, ketika itu Jokowi menyebut usulan presiden tiga periode sebagai bagian dari demokrasi. Ia bahkan mengaku tak melarang wacana presiden menjabat tiga periode.

"Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan," kata Jokowi di hadapan para pendukungnya di gedung Youth Center, Sport Center Arcamanik, Bandung, Jawa Barat.

Baginya, wacana itu tak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mundur.

Dapat dikatakan bahwa 2022 menjadi tahun pemanasan bagi para parpol menjelang Pemilu 2024. Seiring itu, wacana presiden tiga periode makin kencang berhembus. Sejumlah elite silih berganti mendengungkan isu tersebut.

Adalah Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet yang mendadak memanaskan suasana politik Indonesia di tengah ramainya gonjang-ganjing isu capres.

Bamsoet yang juga politisi Partai Golkar menyoroti dampak pelaksanaan Pemilu 2024 terhadap kestabilan Indonesia yang tengah berjuang bangkit pasca-pandemi Covid-19 dan di tengah krisis global.

"Tentu kita juga mesti menghitung kembali karena kita tahu bahwa penyelenggaraan Pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca-penyelenggaraan Pemilu. Ini juga harus dihitung betul, apakah momentumnya tepat," ujar Bamsoet dalam rilis survei Poltracking Indonesia, Kamis, 8 Desember 2022.

Pendapat Bamsoet langsung disambut kritikan dari sejumlah elite partai maupun pegiat demokrasi.

Kritikan tajam salah satunya dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman. Ia mengaku keheranan, wacana presiden tiga periode yang satu paket dengan penundaan pemilu berulang kali muncul.

Bahkan Benny mengaitkan wacana itu dengan kemunculan sosok Anies Baswedan yang digadang-gadang bakal maju di Pilpres 2024.

"Mengapa makin kencang usul tunda Pemilu? Ke-1, karena kekuasaan cemas Anies jadi presiden yg kini dukungan rakyat untuknya sperti banjir bandang. Ke-2, kalo Anies presiden korupsi kekuasaan akan dibongkar. Apakah tunda Pemilu berhasil? Awas rakyat murka. Menakutkan!ujar Benny dalam cuitannya di Twitter.