Dana ACT Diduga Mengalir ke Jaringan Terorisme di Sejumlah Negara

Ilustrasi-ACT2.jpg
(Tempo.co via Makassar Terkini.id)


RIAU ONLINE - Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga menyalahgunakan dana umat untuk kegiatan terorisme. Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri tengah mendalami dugaan ini secara intensif berdasarkan hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar, melansir Suara.com, Kamis, 7 Juli 2022.

Aswin menyebutkan, hasil analisi yang diberikan PPATK kepada pihaknya menunjukkan adanya dugaan aliran uang kepada jaringan terorisme di beberapa negara.

"PPATK mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme kepada Densus 88 karena adanya aliran dana ke beberapa wilayah (negara) beresiko tinggi yang merupakan hotspot aktivitas terorisme," katanya.

ACT saat ini menjadi pembicaraan pasca-diterbitkannya laporan investigasi Majalah Tempo yang memuat adanya dugaan penyalahgunaan donasi umat untuk biaya operasional dan gaji petinggi yang berjumlah fantastis.


Warganet bahkan beramai-ramai memplesetkan akronim ACT dari Aksi Cepat Tanggap menjadi 'aksi cepat tilep'.

Belakangan, pengurus ACT mengakui mengambil sebesar 13,7 persen dari dana yang terkumpul untuk biaya operasional lembaga tersebut. Hal ini menurut Kementerian Sosial menyalahi aturan yang berlaku seharusnya hanya boleh memotong 10 persen.

Kementerian Sosial lantas mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan ACT Tahun 2022, terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan pihak yayasan.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.

Selanjutnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan dari karyawan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada seseorang yang diduga terkait dengan organisasi teroris Al Qaeda.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan PPATK masih mempelajari apakah transaksi terhadap pihak yang diduga terkait Al Qaeda tersebut adalah sebuah kebetulan.

Sementara itu Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwahid mengatakan ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) sehingga membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan instansi terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.