Pedagang dan Sopir Kini jadi Manusia Karung, Berharap Belas Kasih di Jalanan

Manusia-karung-di-Kota-Bandung.jpg
((Ayobandung))

RIAU ONLINE, BANDUNG-Manusia karung mulai banyak terliaht di kota Bandung. Mereka ini adalah pengemis dan gelandangan yang sebelumnya bekerja di berabagi sektor informal. Pandemi corona tentu saja bikin profesi lama mereka terpaksa ditinggalkan.

Kini Eros menjadi manusia karung. Ke mana-mana dia bawa karung di jalan-jalan untuk dapat belas kasihan warga sekitar. Sore itu, Eros mangkal di sepanjang jalan Hayam Wuruk, tepatnya di belakang Gedung Sate Bandung, Senin 11 Mei 2020.

Sejumlah orang yang didominasi pria dan wanita paruh baya mulai ditemukan dari depan Bank BCA hingga ke arah STIA LAN. Ada yang berdiam seorang diri, ada pula yang berkelompok.

Eros (40), wanita asal Padalarang tersebut menguji peruntungan dengan membawa sebuah karung dan selembar kardus sebagai alas duduk. Ketika ditemui Ayobandung.com siang menjelang sore, isi karungnya belum setengah penuh.

Eros mengaku sebelumnya berjualan sebagai pengasong kopi dan rokok di bilangan Taman Alun-alun Bandung. Setelah Masjid Raya Alun-alun dan area tamannya ditutup, Eros otomatis kehilangan pemasukan.

"Sudah dua bulan tidak jualan karena Corona. Kalau diam di sini baru sekitar seminggu lalu," ungkapnya.

Sehari-harinya, Eros mengatakan telah duduk di pinggiran Jalan Haya Wuruk sejak pagi hari. Dia berangkat dari Padalarang menggunakan angkutan kota.

"Biasanya naik bus kota, tapi sekarang enggak ada. Jadi naik angkot sampai Stasiun, ke sini jalan kaki," ungkapnya.


Eros mengatakan, dalam sehari dia kerap menerima sejumlah bantuan, kebanyakan berupa nasi bungkus. Dia mengaku terpaksa melakukan hal tersebut karena kehilangan mata pencaharian, termasuk sumber pemasukan dari anak kandungnya yang harus berhenti karena pabrik yang tutup.


Dia mengatakan tidak mengenal para manusia karung lainnya di sekitar tempat tersebut. Eros datang dan pulang seorang diri setiap hari. Nasib serupa juga dialami Asep (53), yang memiliki

"lapak" hanya selang sekitar 500 meter dari tempat Eros. Pria asal Kuningan tersebut telah menetap di Kota Bandung sejak lima tahun lalu. Sebelum pandemi, Asep bekerja sebagai supir angkot jurusan Stasiun-Sadang Serang. Namun, sejak dua bulan lalu Asep berhenti karena jumlah penumpang yag semakin merosot.

"Jadi susah untuk cari makan, di Bandung saya ngekost sama supir dan pedagang lain. Sebagian masih ada yang coba bekerja," ungkapnya.

Asep siang itu ditemani rekannya, Dedi (60), pria yang sebelum Corona muncul bekerja sebagai juru parkir di area Gasibu dan Jalan Cilamaya. Dedi pun turut mencoba peruntungan nasib dengan membawa karung di pinggir jalan.

Dedi merupakan warga asli Kota Bandung, tinggal di belakang area Kantor RRI Bandung. Dia mengaku sudah 'stand-by' di Jalan Hayam Wuruk sejak pukul 6 pagi setiap harinya.

"Tapi kadang ada yang ngasih kadang enggak, gimana nasib saja. Pernah juga kemarin sampai jam 8 malam di sini tidak dapat apa-apa," ungkapnya.


Baik Eros, Asep maupun Dedi mengaku hingga saat ini belum mendapat bantuan sembako dari pemerintah. Mereka menyebut sejumlah warga di RW daerah masing-masing telah menerimanya, namun bantuan belum terdistribusi dengan merata.

Pendatang Baru Berdasarkan pantauan Ayobandung.com (jaringan Suara.com), para manusia karung tersebut semakin ramai dijumpai menjelang sore hari. Kemunculannya dapat ditemui mulai dari Jalan Siliwangi, Jalan Tamansari, sekitaran Gasibu, Gedung Sate dan Masjid Istiqomah, hingga di sepanjang Jalan L.L.R.E Martadinata (Riau). Petugas parkir sebuah rumah makan di dekat Masjid Istiqomah, Hendi menyebut jumlah pengemis berkarung tersebut semakin marak setelah adanya Covid-19.

Di tahun sebelumnya, pengemis yang membawa karung adalah mereka yang sehari-harinya memang bekerja sebagai pemulung di sekitar area tersebut, dan menanti derma di sore hari.

"Yang biasanya jumlahnya satu-dua orang sekarang jadi banyak. Saya juga enggak kenal mereka siapa, kalau yang biasa di sini (pemulung) saya tahu, jadi bisa membedakan," ungkap Hendi.

Dia menyebutkan, para pemulung di sekitaran Masjid Istiqomah tersebut justru saat ini terpaksa "pindah lapak" karena kedatangan para pendatang baru tersebut. Di siang hingga sore hari, Hendi menyebut cukup banyak warga yang berkeliling memberi sumbangan.

"Banyak yang ngasih, kalau ada mobil yang ngasih, teman-temannya lari-lari nyamperin. Kalau sumbangannya sudah banyak, suka pada nitip ke sini (pos jaga)," ungkapnya.

"Tidak tahu asal mereka dari mana, sepertinya kebanyakan dari luar kota," lanjutnya.


Semetara pengakuan Aldi, juru parkir sebuah toko perlengkapan ibadah muslim di area yang sama menyebutkan bahwa beberapa dari sembako yang diterima para "manusia karung" tersebut diperjual-belikan.

Beberapa PMKS yang telah menerima cukup banyak sumbangan akan menitipkan karungnya di pos-pos parkir setempat.

"Kalau sudah banyak kan suka dititipkan, ada sebagian sembakonya yang dijual lagi," ungkapnya. Artikel ini sudah terbit di Suara.com