Tari Inai, Tarian Sakral Melayu Hampir Punah Diakui UNESCO

Tari-Inai.jpg
(pariwisataindonesia.id)

LAPORAN: INDAH LESTARI

RIAUONLINE, PEKANBARU - UNESCO menetapkan Tari Inai sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Hal ini telah disampaikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) RI di laman resminya pada 2017.

Tarian sakral asal Melayu ini, sempat dikabarkan terancam punah sebelum diakui sebagai WBTB oleh UNESCO. Pasalnya, saat ini tarian Inai hanya aktif dilakukan di beberapa daerah Melayu, seperti Kepulauan Riau dan Jambi.

Tari Inai dikenal dengan nyala lilinnya. Upacara adat bagi pengantin masyarakat Melayu, di hari perkawinan atau pernikahannya.


Properti atau perlengkapan yang dibawakan pada Tari Inai, tidak hanya lilin, namun sangat beragam. Tergantung pada masing-masing daerah.

Komposisi gerak Tari Inai sendiri bersumber dari gerakan silat. Ditarikan dalam gerak level rendah, yang banyak mengadegankan gerakan rebah atau berguling di lantai. Namun, balik lagi ke tiap-tiap daerah. Semua punya ciri khasnya sendiri.

Umumnya, tarian Inai dimainkan oleh laki-laki berjumlah maksimal tiga orang. Namun uniknya, di Jambi justru berbeda, pembawaannya dilakukan berpasang-pasangan, terkadang secara tunggal.

Biasanya tarian ini dibawakan pada malam hari, selesai Salat Isya, beberapa hari setelah lebaran Idul Fitri. Orang-orang Melayu percaya, pasca Idul Fitri adalah waktu paling baik untuk melangsungkan tradisi pernikahan.

Dulunya Tari Inai hanya boleh dipraktikkan oleh orang tua laki-laki. Tetapi kini, tarian sakral Melayu tersebut sudah bisa dibawakan anak-anak, bahkan juga perempuan.