RIAU ONLINE, SIAK - Hamparan kebun nanas bak karpet hijau menyambut saat memasuki Desa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau. Nanas-nanas itu baru saja ditanam, ada pula yang siap panen. Manisnya buah nanas matang terbayangkan saat disantap, begitu menggiurkan.
Alo (53) datang dari dapur membawa sepiring selai nanas yang baru saja ia masak. Olahan buah nanas begitu segar dengan rasa legit dan manis ketika masuk ke mulut. Selai nanas itu diolahnya dari nanas yang dipanen beberapa hari lalu.
Sore itu, Alo memilih rehat sejenak di beranda rumah bersama sang suami, Nat, setelah melakukan aktivitas memupuk nanas di kebun yang berada di samping rumah mereka. Terik matahari begitu menyengat ke lapisan kulit meski waktu sudah menuju pukul 15.30 WIB.
Kesehariannya sebagai ibu rumah tangga tak lantas menghalangi Alo untuk ikut mengambil peran penting di ladang nanas. Ia berperan mulai dari menyiapkan ladang, menanam bibit nanas, pemupukan, panen, hingga nantinya mengolah nanas menjadi berbagai produk bernilai jual.
Meski begitu, perempuan suku asli Anak Rawa ini punya kekhawatiran akan dampak dari cuaca yang tidak stabil. Pokok nanas yang baru beberapa bulan ia tanam bisa saja tumbuh dengan tidak sempurna akibat pengaruh cuaca teramat terik atau bahkan penghujan.
"Cuaca tidak stabil menjadi satu kendala. Jika terlalu terik, itu bisa berpengaruh kepada kualitas nanas. Nanti buahnya bisa menghitam," kata Alo.
Sementara itu, di saat cuaca cukup stabil masyarakat yang menanam nanas bisa memanen sedikitnya 18 ribu buah nanas dari masing-masing ladang mereka. Aktivitas memanen bisa dilakukan setelah menanti siklus sempurna buah nanas dalam enam bulan sampai 10 bulan kemudian.
Buah nanas yang dibudidayakan oleh masyarakat di Desa Penyengat merupakan jenis nanas ratu. Nanas ini memiliki rasa khas dan lebih tahan lama dibanding jenis nanas lain. Setiap minggu, sekitar 40 ribu buah nanas dibawa ke pasar induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
Mayoritas masyarakat yang merupakan suku asli Anak Rawa di Desa Penyengat melakukan budidaya nanas sebagai mata pencarian. Ada lebih dari 100 kepala keluarga (KK) di RW 01 yang berkebun nanas. Hebatnya, lebih dari 50 persen para perempuan di sana mengambil peran penting dalam produktivitas buah nanas.
Bangga Punya Penghasilan Sendiri
Melimpahnya produk nanas di Desa Penyengat membuat daerah ini dikenal sebagai sentra nanas ratu. Namun sayangnya, tidak semua nanas yang bisa dijual ke pasaran. Sekitar 25 persen hasil panen para petani nanas masuk ke dalam kategori C yang sepi peminat.
Buah nanas kategori C dibandrol dengan harga Rp4.000 untuk 6-8 buah, sedangkan harga untuk nanas kategori A dan B bisa mencapai Rp4.000 per buah. Meski begitu, nanas kategori C sebenarnya memiliki kualitas yang sama dengan kategori A dan B, hanya saja ukurannya lebih kecil.
Para perempuan yang tergabung dalam UMKM Ratu Penyengat akhirnya punya cara untuk mengolah nanas ukuran kecil menjadi layak konsumsi. Di tangan para perempuan Suku Anak Rawa, nanas kategori C diolah menjadi produk turunan seperti selai, nastar, bolu, hingga minuman fermentasi.
Sepuluh perempuan tergabung dalam UMKM Ratu Penyengat yang kini menjadi pelopor nastar premium di Siak. Kue kering yang terbuat dari adonan tepung terigu, mentega, dan telur yang diisi dengan selai nanas ini menjadi bintang di antara kue-kue kering lainnya.
Alo yang juga anggota kelompok UMKM Ratu Penyengat mengatakan bahwa saat jumlah pesanan naik drastis. Mereka berupaya sebisa mungkin untuk memenuhi pesanan nastar bagi pelanggan. Sebagai solusi untuk mengejar pesanan, UMKM ini memberdayakan dan mengupah perempuan lainnya diluar kelompok sebagai tenaga kerja harian.
"Seperti kemarin ada yang pesan dari Jakarta, seratus toples lebih, itu memakan waktu sampai 4 hari. Kita ajak ibu-ibu lainnya di luar anggota," kata Alo.
UMKM Ratu Penyengat. (Foto: Istimewa)
UMKM Ratu Penyengat memproduksi nastar premium yang memiliki kekhasan pada rasanya yang manis legit dan cita rasa gurih dengan aroma butter yang kuat. Selain nastar, mereka juga menjual olahan nanas lainnya berupa sultana dan moon cake yang dibuat dari bahan-bahan premium. Harga nastar premium dibanderol di harga Rp80.000 per toples.
"Ada berbagai jenis nastar. Bedanya dari nastar lain yakni bentuknya, ada nastar klasik yang bentuk bulat, nastar premium seperti kue bulan yang dibungkus plastik mika, lalu nastar sultana yang bentuknya pipih," jelas Alo mengenalkan aneka produk UMKM Ratu Penyengat.
Komitmen bersama menjadi pendorong UMKM Ratu Penyengat masih eksis hingga saat ini. Meski baru berdiri pada pertengahan tahun 2022 silam, produktivitas dari UMKM Ratu Penyengat telah berhasil meningkatkan taraf perekonomian anggotanya. Tak hanya itu, masyarakat yang punya kebun nanas juga kecipratan untung menjual buah kepada UMKM ini.
Rumah produksi nanas. (Foto: Istimewa)
Alo mengungkapkan, omset tertinggi UMKM Ratu Penyengat dialami pada tahun 2023. Saat itu, ia mencatat omset per tahun mencapai Rp127 juta lebih. Pencapaian itu menurutnya semakin membuka semangat para perempuan di UMKM Ratu Penyengat untuk memproduksi nastar.
"Nastar menjadi primadona yakni nastar sultana dan klasik. Itu yang sejauh ini penjualan tinggi," ujarnya.
Dirinya menilai, aktivitas ini sangat berdampak positif bagi para perempuan yang tergabung dalam UMKM Ratu Penyengat. Bagi para ibu rumah tangga, mereka bisa punya penghasilan sendiri. Bagi para perempuan yang punya kebun nanas, mereka bisa menambah penghasilan.
Meskipun termasuk baru, namun produk UMKM Ratu Penyengat sudah menyasar ke luar provinsi bahkan ke luar negeri. Aneka nastar telah dirasakan oleh pelanggan di Malaysia, Filipina bahkan Jerman, Perancis, dan Swiss. Hal ini menjadi satu kebanggaan dan kepuasan bagi para anggota UMKM
APRIL Dukung Pengembangan UMKM Ratu Penyengat
Apa yang mereka hasilkan saat ini merupakan buah karya dari kekayaan alam Desa Penyengat. Alo tak menampik adanya dukungan dari berbagai pihak, baik dalam proses pembelajaran, produksi, hingga pemasaran produk mereka. Sejak memperoleh pembinaan dari Program Community Development (CD) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang merupakan anak perusahaan Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL), dirinya makin semangat untuk aktif mengembangkan usaha budidaya nanas di desanya.
"Ini sebenarnya dukungan dari berbagai pihak. Mereka tidak cuma sekadar membantu memberikan pelatihan atau menyediakan alat produksi, namun sampai mengurus, PIRT, sertifikasi produk halal hingga promosi," bebernya.
Berangkat dari keluhan petani nanas, PT RAPP melalui program CD bermitra dengan pemerintah desa mencoba mencarikan solusi untuk nanas kategori C. Bentuk kemitraan yang terjalin antara RAPP dan pemerintah desa dalam skema Public Private Partnership untuk memberdayakan masyarakat di Desa Penyengat.
Ferdinand Leo Hansen Simatupang, Community Development Head RAPP mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan bisa membantu UMKM dalam mengembangkan usahanya dan menjalankan bisnis model baru. Ia berharap pelaku UMKM bisa lebih kreatif dalam mengembangkan produk mereka.
"Secara umum, tujuannya untuk mengembangkan UMKM agar bisa menjadi usaha yang profesional, bukan sekadar aktivitas usaha kecil. Kemudian, bagaimana UMKM ini bisa memberdayakan ekonomi lokal, satu orang pelaku usaha bisa berdampak lebih luas kepada masyarakat sekiranya," jelasnya.
Regional Coordinator Siak-Kepulauan Meranti, Muslim, menambahkan bahwa pendampingan bagi masyarakat Desa Penyengat telah berlangsung sejak tahun 2015. Bermula dari lima Kepala Keluarga (KK) yang mereka edukasi terkait pembukaan lahan tanpa membakar. Mereka pun membudidayakan nanas sebagai komoditas potensial di Desa Penyengat.
"Saat ini berkembang hampir 80 persen masyarakat Penyengat melakukan budidaya secara bertahap, baik dengan pendampingan perusahaan ditambah juga bantuan pemerintah. Kita juga pernah support berupa Kios Tani dalam upaya pemasaran," ujar Muslim.
Pada 2018-2020, awalnya warga menjual nanas ke tengkulak, kemudian RAPP terus mendampingi sampai pemasarannya ke Kramat Jati, Pasar Induk di Jakarta. Nanas dikirim rutin setiap minggu, hingga kini pembeli sudah langsung datang ke petani untuk membeli nanas.
"Untuk rumah produksi kita juga mulai bantu, bersama pemerintah desa menyiapkan rumah yang sudah ada kemudian dibenahi. Kita bantu untuk instalasi listrik, kita juga bantu sampai dengan fasilitas hingga peralatan teknis," ungkapnya.
"Kita juga berencana mencoba berkolaborasi dari dana CSR dan dana desa. Sehingga pola kerjasama ini berhasil. Harus ada kerjasama dari pihak pemerintah dan perubahan agar kolaborasi ini terjalin," sambung Muslim.
Terkait intervensi perusahaan agar masyarakat membuka lahan dengan tidak membakar, kata Muslim, awalnya memang sulit, karena masyarakat selama ini terbiasa dengan membakar. Sehingga waktu itu pihaknya membuat program desa bebas api.
"Jadi waktu itu (mulai 2018) ada reward. Ketika warga tidak membakar lahan dan tidak berdampak kebakaran desa, maka ada reward Rp100 juta dalam bentuk infrastruktur. Kita juga berkolaborasi dalam hal ini. Hingga sekarang tetap berlanjut program ini tapi namanya konservasi hutan. Warga menjaga hutannya dengan dibantu kelompok untuk budidaya juga. Itulah upaya untuk antisipasi pencegahan membuka lahan tanpa membakar," ulasnya.
APRIL telah meluncurkan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan pada Januari 2014. Kebijakan baru tersebut menggarisbawahi komitmen Grup APRIL untuk menyeimbangkan kebutuhan dalam menyelamatkan lingkungan dan mengutamakan kepentingan masyarakat setempat, dengan tetap menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Komite Penasehat Pemangku Kepentingan independen juga diperkenalkan untuk memastikan transparansi dan pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan.
APRIL mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan membangun semangat kewirausahaan masyarakat sekitar. Program ini bertujuan membantu UMKM mencapai kemandirian bisnis. Program pengembangan UMKM merupakan bagian dari pilar Kemajuan Inklusif dari Visi APRIL2030 dengan target penghapusan kemiskinan ekstrem di radius 50 km dari kegiatan operasional perusahaan.
Hasil produksi UMKM berbahan nanas. (Foto: Laras Olivia/RIAU ONLINE)
Program budidaya nanas dan aktivitas UMKM di Desa Penyengat ini mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Siak. Dalam beberapa kesempatan, Bupati Siak Alfedri telah memerintahkan Bagian Umum Setdakab Siak membeli produk Ratu Penyengat. Saat mencicipi kue tersebut, ia semakin yakin rasa dan aromanya layak dijual dengan jangkauan pasar lebih luas.
Hasil produksi UMKM dari kampung adat terujung pesisiran itu bahkan mewarnai ragam camilan yang ada di ruangan kerja Bupati dan Wakil Bupati Siak, untuk menyambut para tamu.
"Saya telah minta Bagian Umum tolong di ruangan saya dan Pak Wabup beli produk UMKM Ratu Penyengat untuk disajikan bagi para tamu. Saya juga minta OPD jika ada kegiatan atau agenda rapat jika butuh konsumsi utamakan produk UMKM Kabupaten Siak," tegas Alfedri.
Nanas Jaga Kelestarian Gambut
Para petani nanas di Desa Penyengat mesti menunggu paling lama 10 bulan untuk bisa memanen nanas. Itu pun jika didukung cuaca yang bagus. Meskipun begitu, UMKM Ratu Penyengat tidak kesulitan untuk mendapatkan bahan baku membuat nastar. Mereka biasanya membeli nanas dari para anggota UMKM Ratu Penyengat yang juga petani nanas.
"Rata-rata anggota punya kebun nanas, kita utamakan mereka dahulu. Di samping itu boleh membeli di tempat lain," kata Alo.
Masyarakat di Desa Penyengat mulai mengembangkan pertanian di lahan gambut dengan komoditas nanas untuk melepas ketergantungan terhadap sawit. Mereka turut menjaga lahan ataupun hutan gambut agar terhindar dari karhutla dengan cara tidak lagi membakar ketika hendak membersihkan lahan.
Kebun nanas budidaya masyarakat. (Foto: Laras Olivia/RIAU ONLINE)
Luas lahan aktif produksi buah nanas di Desa Penyengat mencapai 300 hektar. Masyarakat kini punya kesadaran untuk membuka lahan dengan cara tidak di bakar. Termasuk perempuan yang tergabung dalam UMKM Ratu Penyengat, mereka membuka lahan dengan cara menebas semak hutan. Sampah-sampahnya kemudian akan dibiarkan menumpuk di tepian.
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla besar yang terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Riau pada 2015 mendorong masyarakat lokal lebih peka melakukan upaya restorasi sekaligus menjaga ekosistem gambut dengan berbagai inisiatif. Termasuk di Desa Penyengat yang 80 persen wilayahnya bergambut mengalami karhutla besar seluas hampir 500 hektare (ha). Kondisi itu berdampak pada lingkungan, sosial, ekonomi serta kesehatan masyarakat.
Bagi Suku Anak Rawa, merawat lahan gambut sudah menjadi kearifan nenek moyang yang ingin tetap dilestarikan. Apalagi, masyarakat adat memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tempat tinggal mereka. Pengelolaan gambut tersebut mereka sinergikan dengan berbagai aspek mulai dari ekonomi, wisata, hingga kebijakan penurunan emisi.
Masyarakat Desa Penyengat tidak hanya melakukan upaya restorasi, tetapi juga terus meningkatkan penyadartahuan tentang pentingnya menjaga ekosistem gambut. Inisiatif awal yang dilakukan masyarakat Desa Penyengat dalam mengatasi karhutla adalah membangun embung sebagai penyimpanan atau cadangan air saat karhutla.
Di Desa Penyengat yang masuk dalam lanskap Semenanjung Kampar-Kerumutan ini juga telah gencar dilakukan upaya restorasi dan pemulihan ekosistem. Berbagai upaya penyelamatan Semenanjung Kampar-Kerumutan diwujudkan dalam program-program masyarakat dan upaya mendukung pencapaian target penyerapan karbon bersih di hutan dan tata guna lahan (FoLU Net Sink) 2030.
Hasil panen nanas warga. (Foto: Laras Olivia/RIAU ONLINE)
Ekosistem Semenanjung Kampar merupakan salah satu hamparan gambut luas yang berada di Provinsi Riau. Secara administrasi, eksistem Semanjung Kampar ini masuk ke Kabupaten Siak seluas 36,56 persen atau 302.528,50 ha. Luas tutupan hutan ekosistem semenanjung Kampar di kabupaten Siak seluas 86.535,84 ha. Terdapat Taman Nasional Zamrud dengan luas 31.480 ha dengan bentangnya berupa hutan, danau dan pulau.
APL berhutan 5.503 ha dari 33.333,91 ha dan HGU berhutan 3.181 ha dari 15.578,64 ha. Dari luasan tersebut, secara administrasi berada di empat kecamatan atau 20 desa yang berada di kabupaten Siak. Secara umum, Kabupaten Siak lebih dari 50 persen wilayahnya bertanah gambut. Sebagian lagi tanah mineral yang sudah dipegang oleh perusahaan industri kehutanan besar dan pemilik modal.
Pemerintah Siak telah mempunyai kebijakan Peraturan Bupati tentang koordinasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Hal ini tertuang Peraturan Bupati No. 22 Tahun 2018 tentang Siak Kabupaten Hijau dan telah ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2022 tentang Siak Hijau.
Segala kebijakan ini tentunya berkesinambungan dengan komitmen sesi kedua APRIL untuk menghilangkan deforestasi dalam rantai pasokan mereka dan menghargai hak-hak masyarakat. Lewat kebijakan hutan berkelanjutan (sustainable forest management policy (SFMP) 2.0, APRIL menyatakan, antara lain, sejak 15 Mei 2015 menghentikan penebangan pohon di hutan alam. Kayu alam yang dipanen sebelum 15 Mei 2015 digunakan dalam pabrik sampai sebelum akhir Desember 2015. Mereka juga berkomitmen konservasi 1:1 pada hutan tanaman, dan tak akan pengembangan baru di lahan gambut atau hutan gambut.
Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Utama PT RAPP unit operasional APRIL Group, Sihol Aritonang, mengatakan, perusahaan yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau tersebut terus memperkuat pengelolaan hutan berkelanjutan berdasarkan kebijakan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang dijalankan Perusahaan sejak 2015. Penguatan terus diterapkan dengan diluncurkannya kebijakan satu dekade keberlanjutan, APRIL2030 pada 2020 lalu.
APRIL2030 adalah serangkaian target yang konkret dan berbasis sains yang bertujuan menjadikan bisnis APRIL lebih berkelanjutan dan sirkular pada tahun 2030 yang sejalan dengan Indonesia FOLU Net Sink dan agenda SDG global. Upaya yang telah dilakukan APRIL Group dalam menjaga hutan, yang telah tertuang dalam kebijakan Sustainable Forest Management Policy (SFMP 2.0) dan visi APRIL2030 pada pilar Iklim Positif.
Cegah Kebakaran Terulang
Nat sesekali menyeruput kopi hangat yang disuguhkan istrinya, Alo. Soal cuaca ekstrem, Nat bukan hanya khawatir dampaknya terhadap pertumbuhan nanas. Lebih dari itu, ia masih dihantui rasa khawatir jika kebakaran hutan dan lahan melanda desa. Masih lekat di ingatannya kejadian kebakaran yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak.
"Sedikit saja ada asap tinggi, saya yang babak belur. Walaupun malam tetap berangkat, ini sudah kerjaan saya sejak lama, bahkan sebelum menjadi anggota satgas," ujar laki-laki yang pernah menjadi pemadam sukarela, Masyarakat Peduli Api (MPA) di Desa Penyengat.
Ia mengatakan, jika wilayah konsesi menjadi tanggung jawab perusahaan, di kebun rakyat, patroli dan pencegahan dilakukan MPA, mereka merupakan tenaga sukarela yang dibayar jika hanya terjadi kebakaran. Tugasnya terutama memantau lahan gambut liar, karena meski tidak lagi disentuh manusia, lahan gambut di Riau tetap kering dan sebabnya berisiko terbakar.
Nat saat memperlihatkan nanas hasil budidayanya. (Foto: Laras Olivia/RIAU ONLINE)
"Makanya kita patroli terus setiap hari. Kalau sudah ditelepon warga, langsung bawa mesin, bawa selang jangan sampai api tertangkap hotspot," kenangnya.
Asap bukan tanpa bara, api tetap menyala di dalam tanah, meski tidak lagi meliuk di udara. Lahan gambut di Riau termasuk yang paling rentan kebakaran. Jika sudah menyala, api gambut tidak cuma sulit dipadamkan, tetapi juga memproduksi lebih banyak asap tebal.
Pada tahun El Nino tahun El Nino 2023 satelit NASA mencatat ratusan ribu ha hutan terbakar di Kalimantan, di sekujur Pulau Sulawesi dari Sumba hingga Timor di Nusa Tenggara, serta pesisir utara Jawa Timur dan Barat, Riau yang sarat lahan gambut malah relatif sepi api.
Organisasi lingkungan Pantau Gambut sejak dini merilis data kerentanan gambut di Riau. Menurut riset, ekosistem gambut di Rokan-Siak di Dumai dan Kabupaten Bengkalis termasuk yang paling rawan kebakaran. Sembilan persen berkategori rentan. Adapun 53 persen berisiko sedang. Menurut Pantau Gambut, sepertiga lahan gambut di Riau dijadikan kebun sawit. Sementara sepertiga lainnya untuk kayu kertas. Aktivitas ini menuntut pengeringan dalam skala besar.
Betapapun juga pengawasan tim di lapangan tetap menjadi pondasi pencegahan api. Karena jika sudah terbakar, api gambut biasanya hanya bisa dipadamkan oleh hujan. Namun bantuan langit kelak tidak lagi bisa diandalkan mengingat cuaca yang semakin kering dan siklus hidrologi yang kian ekstrem.
Hingga kini, Nat masih menyiagakan sejumlah peralatan untuk pemadaman api di rumahnya. Menurut Nat, masyarakat kini tidak punya alasan terkait kesadaran pencegahan karhutla.
“Apalagi segala aturan dan sanksi tertulis sudah banyak dipasang di plang-plang setiap desa. Kalau warga desa sudah sengaja membakar, artinya kita tidak menjaga desa. Kita memang perlu merawat kebun kita secara perlahan, terlihat api sedikit, harus segera kita amankan," ujar Nat.
Keinginan di hari tuanya bersama sang istri, sederhana. Mereka berharap tidak ada lagi kebakaran hutan dan lahan. Ia hanya ingin bertani dan berternak dengan nyaman dan aman di desanya sendiri, Desa Penyengat yang dihuni mayoritas suku Asli Anak Rawa. Terlebih lagi Alo, perempuan paruh baya yang selalu punya semangat berlebih untuk berkebun nanas.
Produk-produk UMKM Ratu Penyengat yang telah menjangkau konsumen luas, mendorong keinginannya untuk terus berinovasi. Alo selalu tak sabar saat membayangkan toples-toples berisi nastar dibawa ke luar pulau bahkan luar negeri.
"Jadi, kita tidak bisa mengharapkan hanya bekerja di perusahaan. Saat perusahaan tidak mempekerjakan kita lagi, nanas masih menjadi mata pencaharian. Semoga desa kami bisa semakin sejahtera dan mandiri," harapnya.