Pengamat Hukum Sebut Kalahnya Kejari Inhil Sudah Sesuai dengan Ketentuan

Ilustrasi-Pengadilan.jpg
(iStockphoto via Tirto.id)


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendi, menyoroti kekalahan Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (Kejari Inhil) pada sidang praperadilan yang diajukan kuasa hukum mantan Bupati Inhil dua periode, Indra Muchlis Adnan.

Erdianto mengatakan kekalahan Kejari Inhil, karena alat bukti kerugian negara yang ditujukan kepada Indra Muchlis Adnan belum final.

"Kalau belum ada ya belum bisa dimasukkan dalam unsur Tipikor. Belum bisa masuk kategori upaya menguntungkan diri sendiri atau orang lain, perlu dibuktikan dulu," katanya kepada RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 13 Juli 2022.

Ia mempertanyakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terlambat diberikan atau tidak, jika belum ada bukti tak bisa masuk dalam unsur Tipikor.

"SPDP biasanya ada dua, mengabaikan pemberian, dan sebagai alasan menghentikan penyidikan," terangnya.

Menurut Erdianto, terindikasi saja belum bisa dijadikan landasan menetapkan seseorang masuk dalam unsur Tipikor.

 

 

"Apalagi kalau belum keluar hasil audit yang menyatakan merugikan negara. Jadi memang sudah tepat keputusan itu. Walau kita tak tahu juga fakta lain di balik ini semua," jelas Erdianto.

Sepengetahuan dosen Fakultas Hukum itu, untuk menetapkan tersangka minimal harus ada dua alat bukti konkret.


"Apalagi Tipikor itu yang paling penting hasil audit. Makanya Kejari harus hati-hati dan jangan ragu menggunakan ahli," ujarnya.

Sementara sebelumnya, Pengamat Hukum Suhendro mengatakan jika terindikasi dan berpotensi saja sudah bisa dimasukkan dalam unsur Tipikor.

"Berpotensi saja sudah masuk. Itu sesuai aturan yang kalimatnya 'dapat merugikan keuangan negara'. Berartikan berpotensi. Menurut saya, yang berpotensi merugikan keuangan negara sudah masuk unsur Tipikor, apalagi ada bukti konkrit kerugian negara," pungkasnya.

 


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendi, menyoroti kekalahan Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (Kejari Inhil) pada sidang praperadilan yang diajukan kuasa hukum mantan Bupati Inhil dua periode, Indra Muchlis Adnan.

Erdianto mengatakan kekalahan Kejari Inhil, karena alat bukti kerugian negara yang ditujukan kepada Indra Muchlis Adnan belum final.

"Kalau belum ada ya belum bisa dimasukkan dalam unsur Tipikor. Belum bisa masuk kategori upaya menguntungkan diri sendiri atau orang lain, perlu dibuktikan dulu," katanya kepada RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 13 Juli 2022.

Ia mempertanyakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terlambat diberikan atau tidak, jika belum ada bukti tak bisa masuk dalam unsur Tipikor.

"SPDP biasanya ada dua, mengabaikan pemberian, dan sebagai alasan menghentikan penyidikan," terangnya.

Menurut Erdianto, terindikasi saja belum bisa dijadikan landasan menetapkan seseorang masuk dalam unsur Tipikor.

 

 

"Apalagi kalau belum keluar hasil audit yang menyatakan merugikan negara. Jadi memang sudah tepat keputusan itu. Walau kita tak tahu juga fakta lain di balik ini semua," jelas Erdianto.

Sepengetahuan dosen Fakultas Hukum itu, untuk menetapkan tersangka minimal harus ada dua alat bukti konkret.

"Apalagi Tipikor itu yang paling penting hasil audit. Makanya Kejari harus hati-hati dan jangan ragu menggunakan ahli," ujarnya.

Sementara sebelumnya, Pengamat Hukum Suhendro mengatakan jika terindikasi dan berpotensi saja sudah bisa dimasukkan dalam unsur Tipikor.

"Berpotensi saja sudah masuk. Itu sesuai aturan yang kalimatnya 'dapat merugikan keuangan negara'. Berartikan berpotensi. Menurut saya, yang berpotensi merugikan keuangan negara sudah masuk unsur Tipikor, apalagi ada bukti konkrit kerugian negara," pungkasnya.