Senator Asal Riau Minta Polisi Selidiki ACT: Ironi, Memanfaatkan Kebaikan Orang

Edwin-Pratama-Putra2.jpg
(dok pribadi)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap atau ACT akhir-akhir ini tengah menjadi perhatian publik. Adanya dugaan penggelapan dana donasi atau bantuan kemanusiaan di yayasan tersebut cukup mengejutkan.

Apalagi selama ini ACT selalu ada dan terlibat dalam setiap kegiatan kemanusiaan, di antaranya penggalangan dana untuk korban bencana alam. Berita ini mencuat usai investigasi yang dilakukan majalah Tempo pada Sabtu, 2 Juli 2022.

Anggota DPD RI, Senator Edwin Pratama Putra, meminta kepolisian turun tangan untuk menyelidiki secara rinci sampai tuntas.

"Kasus ACT ini sangat ironi karena memanfaatkan kebaikan orang Indonesia untuk keuntungan pribadi. Dana yang seharusnya terkumpul untuk hal-hal baik malah disalahgunakan," ujarnya kepada riauonline.co.id, Selasa 5 Juli 2022.

Menurutnya, pihak kepolisian harus usut tuntas kasus tersebut. "Mereka mesti turun tangan melakukan penyelidikan secara rinci dan jelas, bahkan kalau perlu ini dijadikan sebagai tindak pidana yang perlu dihukum," jelas Edwin.

Lebih lanjut Edwin mengatakan, kasus ini mesti menjadi pembelajaran. Menurutnya, harus ada izin pengelolaan dana yang dikumpulkan suatu lembaga untuk kegiatan kemanusiaan atau keagamaan.

"Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Keagamaan (Kemenag) harus diikutsertakan dalam pengelolaan dana tersebut," paparnya.


Untuk mengantisipasi penyelewengan dana, ia meminta dilakukan audit kepada lembaga-lembaga yang melakukan pengelolaan dana umat. Selain itu, pemerintah juga perlu menyempurnakan regulasi untuk mengatur lembaga-lembaga filantropi.

Lembaga yang seharusnya menyalurkan dana dari orang-orang dermawan yang tulus untuk membantu mereka yang kekurangan, malah diduga memperkaya diri dengan uang dari para donatur.

Laporan Majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022 yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat" mengungkapkan sejumlah fakta, di antaranya gaji-gaji para petinggi ACT perbulannya yang bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Menurut laporan Tempo, para petinggi lembaga pengelola dana sosial ACT diduga menyelewengkan donasi publik. Uang sedekah itu diduga sebagian digunakan untuk memenuhi gaya hidup bos-bos ACT.

Gaji pengurus mencapai ratusan juta rupiah. Selain itu, Tempo menduga, uang donasi ada yang mengalir untuk keluarga pimpinan lembaga ini. Sementara ejumlah penyaluran donasi bermasalah.

ACT didirikan oleh Ahyudin. Ia bersama rekan-rekannya mendirikan yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan bernama Aksi Cepat Tanggap (ACT).

ACT secara resmi terbentuk sejak 21 April 2005 sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Lembaga ini secara resmi didirikan untuk bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

ACT lalu mengembangkan aktivitasnya mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian menjadi program pemulihan pasca bencana, pemberdayaan, dan pemgembangan masyarakat.

 

Serta program berbasis spiritual lainnya seperti Qurban, Zakat dan Wakaf. ACT mendapat dana dari para donatur yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan.