Lambang dan Nama LAMR Didaftarkan ke Haki, Tarlaili: Penciptanya Masih Hidup

LAMR-Riau2.jpg
(istimewa)

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Timbalan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Datuk Tarlaili, merespon tindakan kepengurusan DPH LAMR versi Syahril Abu Bakar yang mendaftarkan nama dan lambang LAMR ke Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Tarlaili mengatakan, mendaftarkan lambang dan nama ke Haki bukan berarti langsung mengklaim sebagai pemilik, sebab masih ada proses yang panjang.

"Ada masa sanggah dan berbagai proses yang harus dilalui, baru dilanjutkan dengan penetapan hak dalam bentuk sertifikat. Kami sendiri tentu saja menyanggahnya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang,” kata Tarlaili, Senin, 30 Mei 2022.

Sebagaimana dalam situs Haki selalu menayangkan proses, tindakan Syahril jadi mudah dipantau. Belum lagi, lanjutnya, Syahril terang-terangan mengumumkan di media massa, bahkan dengan ancaman menuntut pihak yang menggunakan lambang dan nama LAMR.

"Dalam UU No 20 tahun 2016 mengatur keberadaan merek dan indikasi geografis. Cuma kalau berkaitan dengan LAMR, secara etika harus dipikirkan bahwa logo dan namanya milik komunal sejak puluhan tahun lalu yang tercantum dalam lembaran negara maupun AD/ART LAMR. Apalagi penciptanya masih hidup," jelas Tarlaili.

Tarlaili menuturkan memang setiap individu bisa saja mendaftarkan lambang dan nama ke Kemenkumham termasuk Syahril. Tapi, ia mengingatkan, tak semua pendaftar akan diterima.


“Penyebabnya antara lain disanggah dengan alasan tertentu, misalnya tidak berniat baik. Merek atau logo dan nama tetap bisa diakui, tetapi tidak mesti oleh pihak pendaftar, sebaliknya diserahkan kepada yang sah,” ujarnya.

 

 

Menurut Tarlaili, apa yang dilakukan Syahril dengan mengaku sebagai pemilik suatu merek padahal baru mendaftar, patut diduga sebagai pembohongan publik. Hal ini setidak-tidaknya, dapat menunjukkan indikasi tidak berniat baik terhadap merek yang didaftarkan itu.

"Indikasi lainnya yakni mengaku sebagai pihak LAMR. Padahal, kepemimpinan Syahril sudah demisioner sejak 16 April lalu melalui Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) yang diminta delapan LAMR kabupaten di Riau dengan tanda tangan bermaterai lengkap," tutur Tarlaili.

Diketahui, Syahril kemudian membuat Mubes di Dumai pada 22 April silam. Hal itu menurut Tarlaili bertentangan dengan AD/ART LAMR, MKA dan DPH harus dikukuhkan oleh Datuk Setia Amanah yang telah melakukannya terhadap LAMR.

“Jadi, tak ada ada dualisme LAMR, sebab LAMR yang sah itu di bawah kepemimpinan Datuk Marjohan dan Datuk Taufik, antara lain ditandai dengan pengukuhan oleh Setia Amanah,” jelasnya .

Tarlaili menyampaikan bahwa LAMR kini dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No.1/ 2012 yang merupakan organisasi kemasyarakatan kebudayaan, tidak perlu melakukan pendaftaran.

“Itu penjelasan yang kami terima dari Kesbangpol Riau yang sampai berkonsultasi dengan Kemendagri pada 10 Mei lalu secara tertulis,” pungkasnya.