Mahmud Marzuki Naik Sepeda Pulang Pergi Bangkinang-Padang Panjang Cari Tahu Indonesia Merdeka

Pahlawan-Nasional-Asal-Riau.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

Laporan: RIDHATUL HAYATI 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemerintah Indonesia melalui Dewan Gelar Nasional telah memilih tokoh Muhammadiyah Kampar, Mahmud Marzuki sebagai Pahlawan Nasional. 

Gelar Pahlawan Nasional untuk pendiri Perguruan Muhammadiyah di Kumantan, Bangkinang tersebut, tinggal menunggu ditandatanganinya Surat Keputusan Presiden (Keppres) oleh Joko Widodo. 

RIAUONLINE.CO.ID, mencoba menyajikan sejarah perjuangan Mahmud Marzuki, sang Pahlawan Nasional ketiga Riau, setelah Tuanku Tambusai dan Sultan Syarif Qasim II, sultan terakhir Kerajaan Siak. Berikut sejarahnya. 

Proklamsi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Proklamator Soekarno-Hatta, 17 Agustus 1945, ternyata terlambat diketahui oleh masyarakat Kampar. 

Warga baru mengetahui Indonesia telah merdeka, lepas dari pendudukan Jepang. Dalam buku berjudul Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 Buku I, Drs. Ahmad Yusuf, dkk, menceritakan, bagaimana masyarakat Kampar belum mengetahui tentang Kemerdekaan Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Baca Juga: 

Pemerintah Pilih Tokoh Muhammadiyah Kampar Ini Sebagai Pahlawan Nasional

Ternyata Orang Kampar Jadi Pahlawan Nasional Di Malaysia

Jelang akhir Agustus 1945, setelah Indonesia Merdeka, Kampar masih belum mendapatkan berita tentang Proklamasi. Penyebabnya, keterbatasan komunikasi antara pusat dan daerah.

Namun, situasi mengalami perubahan tidak biasa, di Stanun (tempat tahanan wanita dipusatkan untuk seluruh Pulau Sumatera) dan getah putih (tawanan pria), sebanyak 4.000 tawanan perang oleh Jepang, termasuk warga Belanda keluar dan berkeliaran di pasar serta kampung. Jelas ini mengakibatkan kegelisahan di masyarakat.


Wali Negeri Kampar, Datuk Palo, berhasil dibujuk Belanda, memerintahkan mereka membersihkan kantor, pasar dan kebun-kebun karet karena Belanda akan memerintah kembali.

Untuk mengetahui apa terjadi, dua tokoh pejuang Bangkinang yang sudah menjadi teman karib sejak kecil, Mahmud Marzuki dan Haji Muhammad Amin bertanya kepada kepala kepolisian jepang, Yamamoto. "Situasi baik-baik saja" jawab Yamamoto.

Karena tidak puas dengan jawaban itu, maka 3 September 1945 pagi (akhir Ramadan) kedua tokoh Kampar itu pergi ke Padang Panjang dengan naik sepeda, pulang pergi.

Sesampainya di Padang Panjang, keduanya disambut tokoh-tokoh Muhammadiyah antara lain, Sy Sutan Mangkuto, Buya AR Sutan Mansur, dan Datuk Sinaro Panjang.

Kepada pimpinan Muhammadiyah Sumatera Tengah tersebut, ditanyakanlah tentang berita mengenai Proklamasi. Jawabannya, mereka tidak mendapat berita apa-apa.

Esok harinya, 4 September 1945, kedua tokoh Kampar tersebut kembali ke Bangkinang. Pada pukul 20.00, keduanya sampailah di Rantau Berangin.

Karena bayak mobil akan menyeberang di pelayangan, keduanya terlambat tiba di Bangkinang. Muhammad AMin dan Mahmud Marzuki baru sampai pukul 24.00 di Kantor Muhammadiyah, di ibukota Kabupaten Kampar saat ini.

Klik Juga: 

Inilah Cerita Pertempuran Melawan Penjajah Di Lancang Kuning

Kibarkan Bendera China, Bagansiapi-Api Berubah Jadi Lautan Api

Letih dan capek, keduanya langsung tidur setelah menyempatkan diri makan sahur di Rantau Berangin. Esok paginya, 5 September 1945, M Amin dan Marzuki Mahmud melihat di dinding Kantor Muhammadiyah sudah tertempel teks Proklamasi ditulis dengan dawat merah di atas kertas putih.

Orang ramai datang melihatnya, termasuk Kepala Kantor Pos Bangkinang, Botok. Ia mengatakan, beberapa hari sebelumnya sudah menerima telegram dari Padang mengenai Proklamasi. Namun, ia takut mengumumkannya.

Banyak warga Kampar belum percaya dengan Kemerdekaan Indonesia. Pasalnya Jepang semakin banyak berjalan di kampung-kampung dengan bersenjata lengkap.

Sementara itu, informasi tambahan mengenai Proklamasi belum diperoleh, baik melalui radio maupun mulut ke mulut. Satu-satunya informasi hanyalah teks Proklamasi yang ditempel di dinding-dinding Kantor Muhammadiyah. Teks tersebut dibawa oleh orang Bukittinggi dan berita telegram diterima Botok dari Padang. 

Saat Salat Hari Raya Idul Fitri di lapangan tengah sawah Simpang Kubu, Air Tiris, 6 September 1945, dalam khutbahnya, Mahmud Marzuki menegaskan kepada kaum muslimin-muslimat mengenai kepastian Indonesia merdeka yang diproklamasikan Soekarno-Hatta. Masih dalam khutbahnya, Mahmud mengimbau masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia tersebut.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id