Harga Minyak Goreng Sulit Stabil, Ini Masalahnya

Minyak-goreng8.jpg
(Laras Olivia/Riau Online)

Laporan: Bagus Pribadi

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tingginya harga sawit mencapai Rp 3.625 per kilogram di Riau bisa menjadi pemicu tak stabilnya program pemerintah dalam subsidi minyak goreng Rp 11 ribu per liter.

Hal itu disampaikan oleh Pengamat Ekonomi dari Universitas Riau (Unri), Edyanus Herman.

Menurutnya, dalam ilmu ekonomi ada konsekuensi, sehingga harga minyak goreng ditentukan oleh harga CPO bahan bakunya. Ia melanjutkan, jika harga minyak goreng menurun, dapat dipastikan harga bahan bakunya juga menurun, begitu sebaliknya.


"Pemerintah melakukan subsidi minyak goreng juga menggunakan dana pemerintah. Menurut saya pemerintah tak akan sanggup stabil melakukan subsidi itu," katanya saat dihubungi riauonline.co.id, Rabu, 2 Februari 2022.

Edyanus memaparkan tak mungkin pemerintah bisa menstabilkan harga minyak goreng secara merata ke seluruh masyarakat Indonesia dengan harga Rp 11 ribu. Hal itu dikarenakan pada realitanya ada keseimbangan ekonomi yang tak bisa diabaikan.

"Itu hukum ekonomi. Kecuali subsidi yang lain dicabut, misal subsidi BBM, tapi ini akan timbul masalah baru," jelas Edyanus.

Sebab itu, ia berkata penting untuk menjaga pemerataan distribusi CPO agar peningkatan harga sawit tak hanya dinikmati perusahaan kelapa sawit saja. Ia pun meminta perusahaan kelapa sawit memiliki kepedulian sosial dengan menjual dan membeli harga sawit dari petani kecil dengan cara dua sisi.

"Ya kalau ekspor mungkin cukup 80 persen, dan 20 persen diarahkan ke pabrik minyak goreng dengan harga rendah. Jangan hanya dinikmati perusahaan sawit besar saja harga sawit yang naik ini," tegasnya.

"Lahan sawit di Riau ini luas tapi sebagian besar lahan perusahaan sawit. Sedangkan untuk petani kecil sedikit sekali. Minyak goreng subsidi ini kan untuk masyarakat secara umum, termasuk petani sawit itu," tutupnya.