Sandera Abu Sayyaf Diancam Digorok Hingga Makan Nasi Sisa

Abu-Sayyaf-2.jpg
(FOTO: MELVYN CALDEROn/LIAISON/GETTY IMAGE)


RIAU ONLINE
 - Sepuluh orang anak buah kapal TB Henry berlayar Filipina menuju Tarakan, Kalimantan, Indonesia, pada 15 April 2016 menjelang petang usai mengirimkan muatan batu bara.

 

Saat kapal masih mengaruhi laut di dekat Pulai Ligitan, Malaysia, mereka dikejutkan dengan suara timah panas mengenai badan kapal. Malam itu menjadi awal penderitaan empat orang dari mereka yang akhirnya disandera selama hampir satu bulan oleh kelompok Abu Sayyaf.

 

Para ABK tak mengira bahwa boat kecil yang membuntuti kapal mereka dikendalikan oleh Abu Sayyaf. "Saya kira itu patroli Malaysia karena warna kapalnya loreng dan mereka menggunakan seragam loreng lengkap dengan senjata. Kami enggak mengira itu Abu Sayyaf," ujar seorang ABK, Dede Irfan Hilmi, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Minggu (15/5/2016).

 

Saat lima orang militan bersenjata dan mengenakan masker masuk ke dalam kapal sontak membuat 10 ABK keluar dari kapal menuju dek, kemudian menarik ABK yang bisa ditangkap.

 

Sebenarnya mereka sempat melakukan perlawanan. "Ya, kami melawan dengan barang yang ada, seperti alat pemadam kebakaran, semprotan, parang, pisau, apa saja yang ada di kapal untuk perlawanan," ungkap kapten kapal, Mochammad Ariyanto Misnan.

 

Baku hantam sengit kemudian berakhir dengan terlukanya satu ABK, Lambas Simanungkalit. Namun, Lambas dan lima ABK lainnya berhasil melarikan diri.


 

"Karena ada yang tertembak, jadi saya putuskan untuk menyerah. Daripada ada yang tertembak lagi, lebih baik kami berempat yang ikut," kata Ariyanto.

 

Empat ABK itu adalah M Ariyanto Misnan, Lorens Marinus Petrus Rumawi, Dede Irfan Hilmi, dan Samsir.

 

Dalam kegelapan bersama lima perompak Abu Sayyaf, mereka mengarungi lautan dan kembali ke Filipina, ke tanah antah berantah.

 

"Kami ditaruh di hutan, di gunung, enggak ketemu penduduk warga sana, masalah makan seadanya aja. Namanya tawanan, bukan tamu jadi enggak mungkin dijamu baik-baik sama mereka. Kadang nasi sisa mereka, kadang kelapa kering," ungkap Dede.

 

Ancaman demi ancaman harus mereka terima, mulai dari ancaman akan digorok, hingga memperlihatkan video eksekusi.

 

"Diancam, ditakut-takuti, katanya kalau rakyat Indonesia enggak memperjuangkan kalian diancam digorok. Setiap hari mereka memperlihatkan video orang yang lehernya dipotong jadi supaya kami takut ditembak atau dipotong lehernya," kenang Dede.

 

Pergerakan mereka sangat terbatas. Saat tengah malam, mereka diikat di satu pohon. "Dilepas kalau mau mandi dan buang air. Mereka pakai bahasa Melayu patah-patah," katanya.

 

Sampai akhirnya, berbagai pihak berhasil menyelamatkan mereka dan diserahkan pihak Filipina kepada pemerintah Indonesia pada Kamis (12/5/2016).

 

"Perasaan bahagia. Terima kasih kepada Bapak Presiden [Joko Widodo], Ibu Menlu [Retno LP Marsudi], serta Panglima TNI [Gatot Nurmantyo], dan bapak prajurit yang tiada capek untuk urus kami yang disandera," tutur Ariyanto.