Waspadalah..Ini Partikel Berbahaya Dalam Asap Riau

Kabut-Asap-di-Pekanbaru.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Kabut asap sisa kebakaran hutan dan lahan sejak tiga bulan terakhir mengancam kesehatan warga Riau. Dinas Kesehatan Riau mencatat 96.171 warga Riau jatuh sakit terpapar asap. Sebanyak 80.714 orang diantaranya menderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), 1.283 orang terjangkit pnemumonia, 3.688 warga terserang asma, 4.650 iritasi mata dan 5.836 iritasi kulit. "Data penyakit berasal dari seluruh kabupaten/kota tanggal 29 juni-29 oktober 2015," kata Kepala Dinas Kesehatan Riau, Andra Sjafril, Jumat (30/10/2015).

 

Dikutip dari laman Tempo.co, asap kebakaran hutan di berbagai daerah di Indonesia mengandung gas dan partikel berbahaya. Dampaknya mengakibatkan orang sesak nafas, bayi tewas, hingga kanker paru-paru. Perlu masker khusus untuk mencegah bahan polutan itu masuk ke dalam tubuh. (KLIK: Kemenkes Bantu Logistik Korban Asap Riau)

 

Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Puji Lestari, meneliti polusi asap dari kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sejak 2010 hingga sekarang. Ia membeberkan data gas dan partikel berbahaya dari asap kebakaran hutan tersebut pada diskusi dengan para guru besar ITB di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah, Jumat sore, 30 Oktober 2015.

 

Asap kebakaran hutan terutama di lahan gambut, kata Puji, banyak mengandung karbon organik yang berbahaya. "Di udara komposisinya mencapai 80 persen, sisanya karbon jenis lain," ujarnya. Karbon itu seperti gas karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), nitrogen oksida (NOx), dan karbon monoksida (CO). (BACA: Fire Terminator Ampuh Bantu Padamkan Api)


 

Selain itu, ada unsur lain yang lebih berbahaya karena jumlahnya sangat banyak dan wujudnya sangat halus, yakni partikulan logam berat. Ukuran partikel itu dari 2,5 hingga 0,1 mikron, seperti krom (Cr), kadmium (Cd), dan nikel (Ni).

 

Idealnya sesuai ambang batas kelaikan udara, jumlah partikel logam karsinogenik sebanyak 65 mikrogram per meter kubik. Di daerah yang terpapar asap kebakaran hutan, jumlahnya melampaui batas standar kesehatan dunia (WHO). "Rata-rata kandungan partikel beracunnya 7.000, paling tinggi hingga 12.000 mikrogram per meter kubik," ujarnya. (LIHAT: Posko Kesehatan di Riau Dinilai Baik)

 

Akibat tingginya kandungan zat beracun di Sumatera dan Kalimantan itu, kata Puji, warga menderita sesak nafas, infeksi saluran pernafasan akut, hingga bayi meninggal. "Bayi itu sangat rentan terkena udara kotor karena sistem pernafasannya belum sempurna, selain riwayat kesehatan orang tuanya," ujar dia.

 

Jangka panjangnya dalam 5 tahun atau lebih, zat beracun tersebut memunculkan ancaman warga terkena kanker seperti paru-paru. "Potensinya 5 dari 1.000 orang terkena kanker, paling tidak paru-paru karena zat beracun masuk ke sana dulu," kata dia. Itu baru dari unsur logam berat, belum dari unsur senyawa organik karbon yang kadarnya 80 persen di udara berasap kebakaran hutan. (KLIK: Suka Makan Sosis dan Hotdog? Makanan Ini Pemicu Kanker)

 

Masker biasa yang umum dipakai warga, kata Puji, bisa mengurangi efek gas beracun seperti karbon monoksida dan karbon dioksida. Namun untuk mencegah masuknya partikel logam yang halus, perlu masker khusus. "Penyaringnya harus ukuran submikron atau bahkan nanometer agar tidak masuk ke paru-paru," ujarnya. Partikel itu ketika diperbesar gambarnya seperti pecahan logam yang bisa melukai organ tubuh.