Dewan Sebut Sawit di Riau Banyak Dikuasai Tengkulak

Petani-Dodos-Sawit.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/SAWIT WATCH)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Anggota DPRD Riau Fraksi PPP Husaimi Hamidi menegaskan ada kendala utama dalam mengatasi menurunnya harga sawit yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan.

Diakui Husaimi, harga sawit cenderung turun setiap harinya. Meskipun beberapa kali sempat mengalami kenaikan namun tidak sebanding dengan angka yang sudah menurun.

Husaimi menegaskan ia sangat merasakan penderitaan masyarakat yang bergantung di sektor perkebunan ini, sebab di daerah kampungnya di Rokan Hilir sawit menjadi komoditas utama.

Ia pernah menawarkan solusi dengan membentuk koperasi sawit agar harga sawit bisa dikendalikan sehingga harga tidak bisa lagi dimainkan oleh tengkulak-tengkulak di perkampungan.

"Cobalah diamati, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) umumnya dikuasai oleh asing, bukan warga tempatan. Kalau mau membuat industri hilirisasi kita harus menguasai sawit kita sendiri," ujar Husaimi, Jumat, 12 Juli 2019.


Untuk itulah, koperasi diharapkan bisa menjadi solusi agar pemilik PKS tidak semena-mena menentukan harga, sebab pemilik PKS tentu juga berharap dari sawit petani karena mereka tidak memiliki kebun sendiri.

Namun, para petani menurutnya sudah disandera oleh para tengkulak, di mana mereka terperangkap sistem monopoli para tengkulak sehingga tidak bisa menjual sawit ke tempat lain termasuk koperasi.

Modusnya, para petani sengaja diberi pinjaman oleh tengkulak, dan petani bersama tengkulak membuat komitmen pembayaran dilakukan dengan pemotongan sawit yang dijual.

Misalnya, kata Husaimi, saat para petani menjual sawit hasil panen, nanti pembayaran langsung dipotong untuk mengangsur utangnya, makanya mereka tidak bisa menjual tempat lain.

"Ketika saya berniat membuat koperasi agar bisa mengontrol harga sawit, para petani ini bilang, memangnya bapak mau membayarkan utang kami? Ya mana saya sanggup sebanyak itu," ulasnya.

Disinggung apakah belum ada bank yang menawarkan kredit di kampung tersebut, Husaimi menyebutkan para petani tidak bisa memberikan jaminan kepada bank karena surat yang mereka punya kurang lengkap.

Para tengkulak ini, jelasnya, juga tampak sengaja memberikan pinjaman kepada masyarakat. Pasalnya, sejumlah masyarakat mengaku para tengkulak ini tidak mau menerima pembayaran utang secara tunai.

"Kan aneh, mereka memberi pinjaman kemudian saat petani membayar malah mereka bilang tidak usah, kapan-kapan saja, jadi kan petani ini tidak bisa keluar dari sana (jeratan utang)," pungkasnya.