Sidang Korupsi Risnandar Cs: JPU Geram, Saksi Ungkap Perintah Cairkan Dana Lewat Video Call

Sidang-Risnandar-Mahiwa-Cs.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sidang dugaan korupsi pemotongan anggaran Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru senilai Rp8,9 miliar yang melibatkan mantan pejabat Pemerintah Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa (Eks Pj Walikota), Indra Pomi (Eks Sekdako dan Novin Karmila (Eks Kabag Umum) kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa, 20 Mei 2025.

Ketiga terdakwa hadir secara langsung. Indra Pomi dan Risnandar kompak menggunakan baju batik lengan panjang dan Novin Karmila menggunakan baju kemeja putih.

Agenda sidang kali ini yaitu pemeriksaan lima orang saksi dari BPKAD Pekanbaru dan Sekretariat Daerah Pekanbaru.

Kelimanya adalah, Auditor dari Inspektorat, Mario Adila, Kepala Bidang Anggaran BPKAD Pekanbaru, Sukardi Yasin, Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Pekanbaru, Hariyanto, serta dua orang analis kebijakan di Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru, Zikrullah dan Iwandri.

Ketua Majelis Hakim sidang adalah, Delta Tamtama, sedangkan Bogawijn Hutagalung dan Jonson Parancis sebagai hakim anggota.

Sebelum masing-masing saksi diperiksa, JPU KPK dan Kuasa hukum tiga terdakwa sepakat kalau pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan sekaligus.

"Tiga saksi diperiksa lebih dulu, dua lagi menyusul," ujar JPU KPK yang kemudian disepakati Kuasa hukum terdakwa.

Saat JPU KPK memeriksa masing-masing saksi di persidangan, pemeriksaan saksi ketiga mulai membuat JPU geram dengan sikat saksi Hariyanto.

"Saudara jangan cengengesan saat kami tanya, tolong jawab dengan sebenar-benarnya. Anda sudah disumpah dan jangan berbelit-belit," tegur hakim kepada Hariyanto.

Tidak hanya itu, JPU juga mencecar Hariyanto dengan berbagai pertanyaan soal pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024.


"Saudara sebagai Kabid Perbendaharaan di BPKAD Pekanbaru dihubungi siapa saja dan ada tidak diminta melakukan pencairan," tanya JPU.

Hariyanto kemudian mengatakan kalau dirinya sering ditelepon terdakwa Novin Karmila bahkan Video Call agar proses pencairan segera dilakukan karena itu merupakan perintah atasan, yakni terdakwa Risnandar.

Tak hanya Novin Karmila, ajudan Risnandar Mahiwa juga sering menghubungi Hariyanto agar proses pencarian uang GU dan TU segera dicairkan.

"Saudara saksi dalam BAP nya juga menerima sejumlah uang dari terdakwa Novin Karmila sebagai bentuk terimakasih," tanya JPU kepada Hariyanto.

"Benar, namun sudah saya kembalikan sebanyak Rp30 juta. Uang tersebut diberikan Novin Karmila dengan amplop coklat," jawab Heriyanto.

Sebelumnya, JPU juga sudah memeriksa Mario Adila dan Sukardi Yasin. Mario Adila yang bertugas sebagai pengawas internal dan investasi menghitung kerugian negara tidak tahu menahu soal uang pengganti dan ganti uang.

"Saya tidak tahu soal itu yang mulia dan saya tidak pernah terlibat. Saya hanya bertugas mereview keuangan daerah setiap OPD," tegasnya.

Begitupun saksi Sukardi Yasin yang menjabat sebagai Kabid Anggaran di BPKAD Pekanbaru, tidak terlalu banyak dicecar pertanyaan oleh JPU. Termasuk dua saksi lainnya Zikrullah dan Iwandri.

Sebelumnya diketahui, KPK menyita uang tunai sebesar Rp6,8 miliar dari berbagai lokasi. Di antaranya, Rp1 miliar disita saat penangkapan Novia Karmila di Pekanbaru, Rp1,39 miliar ditemukan di rumah dinas Wali Kota yang ditempati Risnandar, serta Rp2 miliar dari rumah pribadi Risnandar di Jakarta.

Selain itu, KPK menyita Rp830 juta dari rumah Indra Pomi Nasution, dan menemukan Rp375,4 juta di rekening ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto.

Uang sebesar Rp1 miliar juga ditemukan di tangan kakak Novia Karmila, Fachrul Chacha, serta Rp100 juta dari rumah dinas Pj Wali Kota. Dalam penggeledahan di sebuah rumah di Ragunan, Jakarta Selatan, turut ditemukan Rp200 juta.

Pada penggeledahan lanjutan 13 Desember 2024, penyidik juga menyita uang tunai Rp1,5 miliar, 60 unit perhiasan mewah, serta dokumen penting dari 21 lokasi, termasuk rumah pribadi dan kantor di lingkungan Pemko Pekanbaru.

Dari hasil penyelidikan, KPK menduga Risnandar Mahiwa menggunakan modus utang fiktif untuk mengambil dana Pemko Pekanbaru.

"Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara lainnya serta kas umum memiliki utang kepadanya, padahal hal tersebut tidak berkaitan dengan pengelolaan anggaran Pemko Pekanbaru," tutup Tessa.

Selain itu, KPK menemukan adanya penambahan anggaran untuk Sekretariat Daerah pada November 2024, termasuk anggaran makan dan minum yang bersumber dari APBD Perubahan 2024. Dari penambahan ini, Risnandar diduga menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar.