RIAU ONLINE, DUMAI - TNI Angkatan Laut (AL) bersama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau menggagalkan penyelundupan 19 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal ke Malaysia melalui jalur laut di Perairan Teluk Lecah, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Operasi yang digelar secara senyap dan cepat ini berhasil menghentikan speedboat yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi menuju perairan Malaysia.
Tindakan tegas sempat diambil oleh tim gabungan, karena kapal tersebut mengabaikan tembakan peringatan dan berusaha kabur.
Komandan Lanal Dumai, Kolonel Laut (P) Abdul Haris mengatakan bahwa penggagalan ini adalah bentuk nyata koordinasi cepat dan efektif antarlembaga.
"Ini adalah bukti bahwa negara hadir melindungi warganya. Kami berhasil menghentikan kapal yang membawa 19 calon PMI ilegal dan menangkap dua orang yang berperan sebagai anak buah kapal," ujar Kolonel Haris, Jumat, 9 Mei 2025.
Dua tersangka yang diamankan dalam operasi tersebut adalah Kamsadli alias Ramadhan (28) dan Junaidi alias Jay (36), yang keduanya merupakan warga Kabupaten Bengkalis.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, keduanya telah melakukan aktivitas penyelundupan PMI ilegal setidaknya enam kali sebelumnya.
Sementara itu, Kepala BP3MI Riau, Fanny Wahyu Kurniawan menyampaikan bahwa operasi bermula dari informasi intelijen yang diterima sehari sebelumnya, Rabu, 7 Mei 2025 pukul 12.00 WIB.
"Kami mendapatkan informasi dari agen lapangan mengenai rencana keberangkatan ilegal melalui Teluk Lecah. Tim bergerak cepat menyisir wilayah tersebut hingga akhirnya berhasil menemukan kapal di tengah laut," jelas Fanny.
Menurutnya, saat ditemukan, kapal sempat melaju kencang dan mengabaikan tembakan peringatan.
“Kami terpaksa melakukan tembakan terarah untuk melumpuhkan mesin kapal demi mencegah mereka kabur ke perairan Malaysia,” imbuhnya.
Dalam operasi tersebut, selain kapal cepat bermesin tiga unit tempel, petugas juga menyita 15 KTP, enam paspor, dan 19 unit telepon genggam milik para korban.
Banyak dari para korban diketahui pernah bekerja di Malaysia namun tidak bisa kembali secara legal karena paspor mereka telah masuk dalam daftar hitam Imigrasi Malaysia.
Para korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Rokan Hilir, Siak, Lampung, Aceh, Nusa Tenggara Barat, dan Tulungagung (Jawa Timur). Mereka mengaku membayar antara Rp4,5 juta hingga Rp11 juta kepada agen atau tekong, yang mereka temui melalui media sosial maupun secara langsung.
“Modusnya selalu sama, iming-iming kerja cepat dan gaji tinggi, tapi tanpa prosedur resmi. Ini bentuk eksploitasi modern yang harus kita hentikan bersama,” tegas Fanny.
Saat ini, ke-19 korban telah berada di bawah perlindungan BP3MI Riau untuk proses pendataan dan pemulangan ke kampung halaman mereka masing-masing.
"Kami pastikan hak-hak mereka tetap terpenuhi. Mereka akan dipulangkan secara manusiawi, dan kami akan mendampingi hingga mereka kembali ke keluarga," tutupnya.
Sementara itu, dua tersangka telah diserahkan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau untuk proses hukum lebih lanjut.
Mereka dijerat dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penyelundupan manusia lintas negara.