Lembaga Adat Melayu Riau Minta Dilibatkan Dalam Pengelolaan Limbah B3

Datuk-Seri-Syahril-Abubakar4.jpg
(DEFRI CANDRA/Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu Riau (DPH LAMR), Datuk Seri Syahril Abubakar mengaku ingin dilibatkan dalam pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun atau sering disingkat dengan B3 di Provinsi Riau.

Menurut Datuk Seri Syahril, jika daerah melalui perusahaan yang ada, baik perusahaan daerah (BUMD) atau Badan Usaha Milik Adat (BUMA) yang dibentuk LAMR diberi kesempatan mengelola limbah ini akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), menciptakan lapangan kerja, dan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 

 

 

"Kami mau PT Pertamina maupun PT. Pertamina Gas (BUMN) mengembalikan ke Pemda dan dijadikan pemasukan daerah, sehingga dapat memberikan kesempatan pengelolaan limbah B3 kepada anak kemenakan kami untuk meningkatkan ekonomi mereka," ucap Datuk Seri Syahril di Balai Adat Melayu Riau, Rabu, 11 November 2020.

 

"Serahkanlah persoalan pengelolaannya kepada daerah, kami (daerah) sanggup mengelolanya. Intinya kami meminta Pemerintah atau Presiden melimpahkan ini ke daerah. Pajak, royalti dan lain-lain ke negara tetap dibayar. Tidak perlu semuanya diambil Jakarta, jangan sampai limbahpun daerah tidak diberi kesempatan mengelolanya," tambah Datuk Seri Syahril.

 

Sebelumnya, pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh eks PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI).


 

Dalam hal ini dalam pengelolaan limbah B3 dalam penggantian pipa 400 s.d 500 Kilometer, eks Chevron (PT Pertamina dan PT. Pertamina Gas) tidak memandang masyarakat adat serta ingin melibatkannya.

 

"Mereka membagi-bagi proyek dan kegiatan di negeri kami, tanpa assamualaikum atau kulonuwun. Kami ingatkan kepada perusahaan tersebut, negeri ini ada tuannya, negeri ini negeri beradat, dan itu dilindungi oleh undang undang," pungkasnya.

 

Datuk Seri Syahril juga menyebutkan, persoalan besi tua (scrab) dari eks PT CPI di Mandau dan sekitarnya yang mempunyai nilai ekonomi dilelang oleh Direktorat Jendral Keuangan Negara (DJKN).

 

Persoalannya, di samping nilai lelang periode ini di atas Rp5 miliar (Rp12 miliar) dimana aturannya harus memakai perusahaan berbadan hukum, namun pada kenyataannya dimenangkan oleh orang pribadi. 

 

Selain itu, disinyalir besi tua yang dikeluarkan dari CPI tersebut tidak sesuai bahkan melebihi tonase dari daftar list yang dilelang. 

 

 

Datuk Seri Syahril meminta kepada pihak PT CPI dan pemerintah untuk menyerahkan kewenangan pengangkutan dan penjualan besi tua (scrab) ini kepada daerah dan ninik mamak masyarakat adat setempat.