RIAU ONLINE, KUANTAN SINGINGI - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan pemecatan Ketua Bawaslu Kuansing, Mardius Adi Saputra karena terbukti telah melanggar kode etik atau melakukan politik uang kepada beberapa calon legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Kuansing pada Pilkada 2024.
Putusan ini disampaikan dalam perkara Nomor 286-PKE-DKPP/XI/2024. Ketua Bawaslu Kabupaten Kuansing sebelumnya diadukan pengadu dalam Firdaus Oemar.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan selaku Ketua Bawaslu Kabupaten Kuantan Singingi kepada Teradu I Mardius Adi Saputra terhitung sejak putusan ini dibacakan," putusan dalam perkara Nomor 286-PKE-DKPP/XI/2024, Selasa, 1 Juli 2025.
Selain Mardius Adi, ada 5 Panwascam di Kabupaten Kuansing yang juga mendapatkan putusan serupa, yakni teradu IV Yudi Hendra, teradu V Rain Novri Maryam, teradu VI Abdi Muslihan, teradu VII Ulil Amri, dan teradu VIII Mawardi Irawan.
Sedangkan untuk teradu II Ade Indra Sakti dan teradu III Nur Afni, selaku Anggota Bawaslu Kabupaten Kuantan Singingi, DKPP memutuskan untuk merehabilitasi nama baik keduanya terhitung sejak putusan dibacakan.
Putusan DKPP RI ini merupakan lanjutan dari sidang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) yang dilakukan Komisioner Bawaslu Kuansing pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Sidang digelar di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Riau di Jalan Gajah Mada, Kota Pekanbaru pada Kamis, 15 Mei 2025. Pengadu dalam perkara ini adalah Firdaus Oemar sebagai Kuasa Hukum.
Sementara sebagai teradu, diantaranya Ketua Bawaslu Kuansing Mardius Adi Saputra, Anggota Bawaslu Ade Indra Sakti dan Nur Afni.
Kemudian, Ketua Panwascam dan Anggota Panwascam Kuantan Mudik yakni Yudi Hendra, Rain Novri Maryam dan Abdi Muslihan. Serta Anggota Panwascam Gunung Toar Ulil Amri, dan Anggota PPK Pucuk Rantang Mawardi Irawan.
Majelis dalam sidang ini diantaranya Anggota DKPP sebagai Ketua Majelis J. Kristiadi, Nugroho Noto Susanto sebagai Anggota Majelis/ TPD Provinsi Riau unsur KPU, Patminah Nularna sebagai Anggota Majelis/ TPD Provinsi Riau unsur Bawaslu dan Gema Wahyu Adinata sebagai Anggota Majelis/ TPD Provinsi Riau unsur masyaraka
Dalam keterangannya, pengadu menyampaikan dua pokok aduan, yakni mengenai ketidakprofesionalan teradu I dalam menindaklanjuti laporan dugaan penggunaan fasilitas negara (rapat pemerintah daerah) oleh Bupati Kuantan Singingi untuk mengenalkan bakal calon wakil bupati.
Kemudian, Teradu I, teradu 4, teradu 5, teradu 6, teradu 7, dan teradu 8 didalilkan terlibat dalam praktik politik uang karena diduga menerima uang dari beberapa Calon Legislatif DPRD Kabupaten Kuantan Singingi.
"Teradu juga dinilai terlibat dalam money politik yang saya ada bukti rekamannya," ujarnya.
Sementara itu, dalam dalil pembelaannya, teradu I dan seterusnya membantah seluruh tuduhan yang disampaikan.
"Saya teradu I menyatakan menolak seluruhnya pernyataan pengadu terkait kode etik. Serta dugaan bahwa ada pertemuan bersama Ketua PDIP adalah pertemuan biasa dan saya tidak mengetahui adanya permintaan uang. Saya juga tidak tahu bahwa ada penyerahan uang sebesar Rp233 juta kepada Panwascam," jelasnya.
Lebih lanjut teradu I Mardius Adi Saputra mengatakan bahwa semua percakapan yang direkam oleh saksi atau pengadu sebagai barang bukti aduan, semua ucapan teradu dalam rekaman tersebut adalah kebohongan teradu.
Tuduhan serupa juga disampaikan oleh teradu 2 dan seterusnya. Mereka mengaku tidak pernah menerima uang atau meminta uang serta telah menjalankan tugasnya secara profesional sebagai penyelenggara Pemilu.
Anggota Bawaslu Riau, Nanang Wartono mengatakan, pihaknya menunggu tindak lanjut Bawaslu RI terkait putusan DKPP tersebut.
"Kita tunggu surat dari Bawaslu RI. Yang jelas putusan DKPP wajib dilaksanakan," pungkasnya.