Terungkap, PT CRS Ternyata Sudah Beberapa Kali Lakukan Take Over Lahan

Kebun-Sawit.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN-PT Citra Riau Sarana (CRS) ternyata sudah beberapa kali melakukan take over. Namun dari keterangan Ketua KUD Langgeng, Mukhlisin pihak perusahaan tidak pernah memberi tahu pihak KUD.


"Sebenarnya perusahaan (PT CRS,red) sudah beberapa kali melakukan take over," kata Mukhlisin saat diberi kesempatan memberi keterangan saat hearing rapat dengar pendapat di DPRD Kuansing, Rabu, 26 Januari 2022.

Dijelaskan Mukhlisin, dari pembukaan awal tahun 1997-1998 untuk tahap I dan tahun 1999-2000 tahap II, pada tahun 2004 perusahaan melakukan take over ke Wilmar Group.

Karena banyak terjadi masalah terang Mukhlisin, maka kembali dilakukan take over ke IJP dan IJP take over lagi ke Gama dan terakhir dilakukan take over ke KPN.

"Ini tidak diketahui oleh KUD Langgeng, karena pihak KUD tidak pernah dilibatkan dalam take over," kata mantan anggota DPRD Kuansing ini.

Mukhlisin juga mengungkap sejak pembukaan tahun 1997-1998 belum ada penyerahan lahan pola KKPA kepada KUD Langgeng oleh PT CRS.



Sesuai perjanjian lanjut Dia, yang ada di Perjanjian Kerjsama (PK) 82 itu seharusnya 48 bulan sejak kebun dibangun PT CRS selaku mitra KUD menerjunkan tim verifikasi untuk melakukan penilaian.

Apabila kebun tersebut dinilai layak katanya, maka kebun itu untuk perawatannya wajib diserahkan kepada masyarakat. Dan setelah itu maka dimulainya proses sertifikasi.

"Tahun 2004-2005 itu tidak dilakukan pihak mitra, maka sempat terjadi demo karena kondisi kebun yang dilihat masyarakat waktu itu tidak sesuai dengan harapan masyarakat," katanya.

Disampaikan Mukhlisin, waktu itu pokok sawit yang bagus itu dari pinggir jalan hanya dua sampai tiga pokok. Setelah dilihat masuk kedalam kebun kondisinya kurang terawat dan sebagian tidak tertatam dan dikuasai orang lain.

Mukhlisin juga mengungkap, biaya perawatan kebun waktu itu juga mengalami kenaikan tahap I yang seharusnya Rp 7 juta naik menjadi lebih kurang Rp 14 juta. Tahap II juga demikian, yang seharusnya biaya perawatan Rp 14 juta naik menjadi Rp 24 juta.

"Maka 2004-2005 itu sempat terjadi aksi damai, masyarakat menguasai kebun masing-masing guna menyelamatkan kebun sehingga hasilnya menjadi baik dan terawat," katanya.

Waktu itu lanjut Mukhlisin, pihak Wilmar pun setuju terhadap penguasaan pengelelolaan kebun pola KKPA diambil alih oleh masyarakat. Namun pengelolaan tersebtut tidak utuh sesuai keinginan masyarakat 10 ribu hektar.

Menurut pihak perusahaan luasan 10 ribu hektar tidak murni kebun tapi masuk didalamnya mulai jalan, parit serta infrastruktur lainnya. Sehingga muncul persoalan kalau masyarakat menginginkan 10 ribu hektar itu murni kebun diluar dari fasilitas jalan, parit dan infrastruktur lainnya.

Ketua Komisi II DPRD Kuansing Muslim juga sempat mempertanyakan pada saat PT CRS melakukan take over apakah lahan masyarakat juga ikut diukur. "Diukur atau tidak lahan masyarakat," tanya Muslim.

"Saat take over yang kita ukur hanya inti," jawab Direktur PT CRS Dani Murdoko.

Menurut Muslim ini lah yang kemudian menimbulkan polemik ditengah masyarakat. "Kalau bapak tidak tahu masalah plasma terus inti yang bapak take over terus plasma jangan diganggu dong. Ini yang menimbulkan polemik baru ditengah masyarakat," kata Muslim.

Setelah melakukan perdebatan yang cukup panjang, akhirnya PT Citra Riau Sarana (CRS) mau menyerahkan 3.361 sertifikat kepada KUD Langgeng.