Larang Penggunaan Atribut Agama, Ahli Hukum: Jaksa Agung Kurang Kerjaan

ST-Burhanuddin.jpg
(Via Suara.com/ANTARA/HO-Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung)

RIAU ONLINE, JAKARTA-Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar angkat bicara soal larangan atribut keagamaan. Dia menilai Jaksa Agung ST Burhanuddin kurang kerjaan sampai mengurus cara berpakaian terdakwa di persidangan.

Abdul Fickar mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, orang yang berwenang menilai pakaian terdakwa sopan atau tidak di persidangan adalah majelis hakim.

"Kejaksaan tidak berwenang mengatur pakaian terdakwa di persidangan, yang punya kewenangan itu majelis hakim, tidak ada kerjaan itu Jaksa Agung," kata Fickar saat dihubungi Suara.com, Rabu (18/5/2022).

Selain itu, tata cara berpakaian terdakwa dalam persidangan tidak diatur secara detail dalam UU 8 Tahun 1981 yang hanya mengatur terdakwa harus mengenakan pakaian yang sopan.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. (Suara.com/Ria Rizki).


Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. (Suara.com/Ria Rizki).

"Jadi kurang kerjaan itu, kalau sudah di pengadilan sepenuhnya kewenangan hakim. Kalau hakim menganggap tidak sopan, diperintahkan untuk ganti kostum dan sidang bisa diundur," ucapnya.

Larangan Jaksa Agung

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tidak pernah digunakan di persidangan.

Aturan itu untuk mencegah pemikiran di tengah masyarakat bahwa penggunaan atribut keagamaan oleh pelaku kejahatan pada saat tertentu saja.

Untuk mempertegas instruksi tersebut, Kejaksaan Agung akan membuat surat edaran untuk jajarannya di seluruh Indonesia dikutip dari suara.com