La Nggugu, Kakek Berusia 80 Tahun yang Tinggal di Bawah Tumpukan Seng

Kakek-La-Nggugu-sudah-berusia-80-tahun.jpg
(Wiwid Abid Abadi/kendarinesia)

RIAU ONLINE, KENDARI-Hiruk pikuk Kota Kendari ternyata menyembunyikan kisah pilu dari seorang kakek yang hidup sebatang kara.

Namanya La Nggugu, usianya 80 tahun, ia tinggal di sebuah tempat dari tumpukan seng bekas berukuran 1x2 meter di Kelurahan Mangga Dua, Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Dikunjungi kendarinesia, Senin 17 Februari 2020, tempat tinggal La Nggugu memang tak layak disebut rumah, tapi lebih tepat disebut tumpukan seng bekas.

Tempat tinggalnya terbuat dari gundukan tanah yang ia gali, lalu di atasnya ia tumpuk seng-seng bekas sebagai atapnya. Jarak antara atap dan lantai hanya bisa untuk berbaring. Jadi, La Nggugu harus merayap untuk masuk ke dalam tempat tinggalnya.

Tempat tinggal La Nggugu hanya ia gunakan saat malam tiba, dan keluar saat pagi menjelang. Tempatnya itu hanya ia gunakan saat tubuhnya lelah dan butuh tempat untuk merebahkan badan.


"Susah kalau masuk (ke dalam rumahnya), kalau magrib saja baru masuk. Pagi baru keluar lagi," ujarnya.


Usianya yang sudah tua membuat La Nggugu tak begitu cakap untuk banyak bercerita. Ia kebanyakan lupa dengan masa lalunya. Jurnalis kendarinesia mencoba mengulik asal-usul dan di mana keluarganya berada, tapi La Nggugu lebih banyak diam dan tak mau menjawab dimana keluarganya.



La Nggugu sedikit bercerita, ia sudah 30 tahun hidup di tempat itu, tanpa sanak keluarga, hanya sebatang kara. Tanah yang ia gunakan untuk membangun tempat tinggal juga bukan miliknya, tapi kebun milik warga.


Meski hidup serba kekurangan, pantang bagi La Nggugu untuk meminta belas kasihan orang lain dengan mengemis. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia berkerja sebagai pemulung di Pelabuhan Nusantara Kendari. Uang dari hasil memulung ia gunakan untuk membeli kopi dan beras.


"Uangnya (hasil memulung), buat beli kopi, saya suka minum kopi. Untuk beli beras juga," katanya.

Selain menjadi pemulung, untuk bisa makan, La Nggugu juga biasanya bekerja sebagai petugas kebersihan di warung-warung makan yang ada di sekitar pelabuhan. Ia membantu pemilik warung untuk menyapu hingga membuang sampah.


Sementara itu, seorang warga sekitar, Ali, mengaku sudah 11 tahun bertetangga dengan La Nggugu. Ia kadang merasa haru dengan kondisi La Nggugu yang sudah renta dan harus hidup di tempat yang sangat tidak layak.


Warga sekitar, kata Ali, sering khawatir dengan kondisi La Nguggu. Warga khawatir ada binatang buas seperti ular yang masuk ke dalam rumahnya. Sebab, tempat tinggal La Ngggugu berada di hutan belakang rumah warga.


Menurut Ali, warga sekitar juga tak mengetahui secara pasti asal-usul kakek La Nggugu. Sejak mereka tinggal di tempat itu, mereka sudah mendapati La Nggugu hidup sebatang kara dengan kondisi rumah tanahnya.


"(Tetangga) di sini tidak tahu di mana keluarganya ini kakek, sudah lama dia tinggal di sini, tidak ada yang tahu di mana (keluarganya)," pungkasnya.


Dengan kondisi kakek La Nggugu yang memprihatinkan, warga berharap pemerintah daerah setempat mau membangunkan tempat tinggal yang lebih layak untuk kakek La Nggugu.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com