Polri: Markas Besar ISIS Hembuskan Pesan Teror Lewat Bom Panci

Densus881.jpg
(CNN INDONESIA/DETIK.COM)

RIAU ONLINE - Pelaku teror bom panci di Taman Pandawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Bandung, Jawa Barat, Yayat Cahyadi Cs belajar merakit bom melalui online training (pelatihan secara online). Online Training telah menjadi andalan kelompok teroris ISIS untuk mengajari para jihadisnya merakit bom.

Ketiga tersangka, Yayat, Agus Sujatno alias Abu Muslim dan Sholeh alias Abu Fursan tergabung dalam kelompok sel ISIS di Indonesia yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Tersangka Agus ternyata seorang tenaga ahli di bidang listrik untuk apartemen. Sedangkan Sholeh merupakan pedagang susu keliling. Kendati berdaya ledak rendah, namun ketiganya mampu merakit bom, seperti bom panci yang meledak di Taman Pandawa tersebut, hanya dengan mengakses dunia maya.

Baca Juga: Ini Isi Surat Calon Pengantin Bom Bunuh Diri Di Jatiluhur

Kepala Divisi Humas Polri, Boy Rafli Amar mengatakan fenomena online training sudah menjadi tren di kalangan pelaku kejatahan aksi teror. Boy mengakui bahwa ilmu perakitan bom sudah bersifat umum yang mudah sekali di akses melalui portal online. Bahkan, menurutnya, teror bom panci merupakan cara teror yang sudah dihembuskan oleh markas besar ISIS.


"Bom panci ini menjadi bom yang dihembuskan oleh markas besar ISIS. Jadi mereka dalam melakukan aksi menggunakan cara-cara yang seperti ini. Kecil namun efektif dalam menyampaikan pesan teror," katanya, dikutip dari Okezone, Senin, 13 Maret 2017.

Dewasa ini, kata Boy, ISIS sudah memperhitungkan secara matang untuk melancarkan pesan terornya. Pasalnya, mereka menyadari kekuatan yang mereka miliki tidak sepadan dengan kekuatan orang yang mereka anggap musuh, jika mereka melakukan dengan cara "frontal".

Klik Juga: Kronologi Pelaku Bom Panci Sembunyi Di Kantor Kelurahan Di Bandung

"Karena teror ini kan mereka sudah berhitung. Kalau dia berhadapan dengan cara frontal, kekuatan yang mereka miliki tidak sepadan jika berhadapan dengan state aktor," katanya.

"Makanya strategi penyerangan mereka ganti dengan cara seperti ini. Karena dalam pandangan mereka kalau motif teror itu pesannya sampai. Mereka dapat penilaian eksis kemudian mereka ingin orang peduli dengan apa yang mereka inginkan. Jadi pesan-pesan teror memang lebih masif walaupun dari efek peristiwa itu kategorinya aksi-aksi yang sifatnya parsial," tukasnya.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline