RIAU ONLINE, PEKANBARU - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau menyampaikan tingkat transparansi informasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau dan kabupaten/kota se-Provinsi Riau masih rendah.
Bahkan, beberapa website resmi milik DPRD kabupaten/kota tidak dikelola dengan baik.
Manager Advokasi dan Riset Fitra Riau Tarmidzi mengatakan, berdasarkan Indeks Sistem Informasi Legislasi Daerah (SILD) tahun 2025, rata-rata indeks hanya berada di angka 0,20, menandakan rendahnya komitmen lembaga legislatif terhadap transparansi informasi.
"Kami menemukan bahwa hanya beberapa dari lembaga legislatif tersebut yang menyediakan platform digital atau website resmi yang memadai,” kata Tarmidzi, Kamis, 12 Juni 2025.
“Kemudian, banyak DPRD yang tidak mempublikasikan dokumen-dokumen penting, yang seharusnya diketahui masyarakat pada saat pembentukan Peraturan Daerah (Perda). Dokumen penting tersebut seperti Daftar Prolegda, draft Ranperda, dan risalah rapat," paparnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti terkait keterlibatan publik yang sangat minim pada proses legislasi atau pembuatan Perda. Khususnya, Perda tentang Pemberdayaan Perempuan dan Disabilitas.
"Lebih dari separuh daerah tidak memiliki mekanisme pelibatan masyarakat yang sistematis. Artinya, sebagian besar DPRD di Riau belum memiliki sistem informasi legislasi yang terbuka dan partisipatif," jelasnya.
Berdasarkan skor pengelolaan kanal informasi atau website resmi DPRD di Riau, hanya Pelalawan (0,43) dan Bengkalis (0,37) yang mencatatkan skor relatif tinggi.
Kedua daerah tersebut dinilai telah menyediakan website resmi DPRD, kanal media sosial aktif, serta sarana pengaduan berbasis online.
"DPRD Provinsi Riau hanya berada pada angka 0,20 yang mencerminkan lemahnya komitmen untuk membuka informasi legislasi mulai dari tahap perencanaan, proses pembahasan dan pelaksanaan kebijakan," jelasnya.
Bahkan, Pekanbaru dan Kuantan Singingi memperoleh nilai nol karena tidak menyediakan satu pun dokumen legislasi secara online.
Kabupaten lainnya seperti Meranti, Rokan Hilir, dan Indragiri Hulu juga mencatatkan indeks sangat rendah.
FITRA Riau menilai lemahnya keterbukaan ini diperparah oleh minimnya ruang partisipasi publik, khususnya bagi perempuan dan penyandang disabilitas.
“Partisipasi masyarakat dalam proses legislasi masih terbatas pada isu tertentu. Tidak ada pendekatan afirmatif maupun ruang yang inklusif untuk kelompok rentan,” tambah Tarmidzi.
FITRA Riau menyambut baik komitmen awal DPRD Provinsi Riau untuk mengintegrasikan SILEGDA ke dalam sistem informasi resmi, namun menggarisbawahi bahwa perlu langkah strategis dan berkelanjutan agar sistem legislasi daerah benar-benar transparan, partisipatif, dan inklusif.
"Oleh karenanya, FITRA Riau merekomendasikan agar DPRD mengembangkan sistem informasi legislasi terintegrasi dan inklusif,” tuturnya.
“Pengelola Website harus menambahkan fitur aksesibilitas digital dan dokumen legislasi dan mendorong masyarakat sipil untuk terus melakukan advokasi dan pelatihan untuk memperkuat suara kelompok perempuan dan disabilitas," pungkasnya.