Polemik Kematian Siswa SD Inhu: Polda Sebut Usus Buntu, Keluarga Yakin Dirundung

Konpres-keluarga-siswa-sd-inhu.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Gimson Butarbutar, ayah korban siswa SD di Indragiri Hulu (Inhu) yang tewas usai mendapat perundungan di lingkungan sekolah mengaku kecewa dan sakit hati dengan pernyataan resmi yang dikeluarkan Polda Riau, Rabu, 4 Juni 2025 lalu.

Sebelumnya, Polda Riau menyatakan bahwa kematian korban disebabkan infeksi usus buntu. Gimson yang didampingi kerabatnya, Viator Butarbutar, menyebut pernyataan Polda Riau menambah luka bagi pihak keluarga. Menurut mereka, pernyataan Polda Riau tersebut terkesan menyesatkan dan merugikan pihak keluarga korban.

"Kami mengadakan konferensi pers ini tidak terlepas dari respon press release yang dilakukan Polda Riau yang terkesan menyesatkan," ujar Viator, Sabtu, 7 Mei 2025.

Viator tidak terima dengan pernyataan Polda Riau yang menyebut pihak keluarga korban lalai dalam menangani anaknya KB yang tewas usai mendapatkan perundunan oleh 5 kakak kelasnya.

"Bayangkan orangtua disebut lalai dan tidak bawa ke dokter. Kami heran, kenapa harus dibawa ke dokter orang (KB-red) tidak sakit?” katanya.


"Begitu ada gejala, apalagi namanya di kampung, kalau sakit ya dikasih Sanmol dan kita juga langsung bawa ke klinik," terang Viator.

Viator juga menegaskan korban memiliki riwayat usus buntu dan sehat sebelum insiden perundungan yang dialaminya.

"Kami yakin itu bukan usus buntu, dan korban saat itu normal-normal saja tidak ada itu usus buntu. Pasti ada gejala fisik, hingga dilaporkan anak kami tidak pernah mengalami itu dan kami yakin itu perundungan," tegasnya.

Pihaknya berharap, kepolisian tidak menambah duka bagi keluarga korban yang ditinggalkan. Menurutnya, polisi seharusnya melakukan pengusutan terkait kelalaian pihak sekola, mengingat perundunan terjadi di lingkungan sekolah.

"Mana tanggung jawab mereka? Jangan menyalahkan orangtua hingga memberikan dan menambah luka bagi kami," tambah Viator.

Viator meminta agar proses hukum ditegakkan secara adil, transparan, dan manusiawi. Mereka meminta semua pihak, termasuk media dan aparat, tidak memperkeruh suasana dengan narasi yang tidak berdasar.

“Kami bukan ingin menghukum anak-anak yang terlibat, tapi tolonglah, keadilan itu ada jalannya. Jangan buat keluarga kami seolah-olah bodoh atau lalai. Kami ingin proses hukum yang benar,” pungkas mereka.