Pengamat: DPRD Riau Harus Selesaikan Semua Konflik Lahan, Bukan 17 Kasus Saja

Konflik-Lahan.jpg
(Liputan6.com/Rino Abonita)


RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pansus Konflik Lahan DPRD Riau telah merumuskan 17 rekomendasi kasus konflik lahan. Namun, menurut Direktur Scale Up, M Rawa El Amady, hal itu bukan langkah yang tepat dalam menyelesaikan konflik.

Menurut Rawa, sebagai lembaga politik, DPRD Riau sebaiknya memfokuskan diri untuk mencari solusi dalam menyelesaikan konflik secara menyeluruh.

"DPRD tidak perlu membahas satu per satu kasus konflik, tak perlu teknis begitu. DPRD seharusnya menegaskan kepada Pemprov Riau agar dinas terkait memastikan seluruh konflik selesai," ujar Rawa saat dihubungi RIAUONLINE.CO.ID, Selasa, 14 Juni 2022.

Rawa mengatakan, DPRD Riau punya kewenangan dalam merekomendasikan Gubernur Riau untuk mengambil keputusan politik dalam menuntaskan konflik lahan yang sudah berlangsung puluhan tahun.

"Kalau berdasarkan riset Scale Up, Pemprov Riau selama ini tak memberi perhatian terhadap penyelesaian konflik, makanya makin meluas," ungkapnya.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Riau itu mengungkapkan, tahun lalu dirinya juga sudah mengusulkan Ketua DPRD Riau, Yulisman untuk mendorong terbentuknya kelembagaan yang berfungsi membuka akses ke seluruh masyarakat hingga ke desa-desa.

"Kita sama-sama tahu, kendalanya kan karena masyarakat tak memiliki akses. Makanya saya sarankan bentuk kelembagaan konflik, mulai di tingkat provinsi untuk merumuskan kebijakan besarnya, di tingkat kabupaten penyelesaian teknisnya, dan di tingkat desa sebagai pusat informasi," tutur Rawa.


Rawa menuturkan, sepengetahuannya, di daerah-daerah terpelosok cenderung tak ada laporan lantaran terkendala akses kepada pemangku kepentingan.

Sayangnya, usul dari Scale Up tersebut tak ditindak lanjut di DPRD Riau. Alih-alih, DPRD membentuk Pansus Konflik Lahan yang menghasilkan rekomendasi bersifat teknis untuk dieksekusi oleh eksekutif.

 

 

"DPRD tak paham duduk perkaranya, karena ada dua penyebab konflik lahan makin menjadi-jadi. Pertama, pihak perusaahan beranggapan masyarakat sebagai sumber konflik sehingga dengan kekuatan sendiri mengambil tindakan sepihak karena tak yakin bakal selesai oleh pemerintah," jelas Rawa.

"Lalu masyarakat ini lemah. Apa-apa pengajuan masyarakat tak dipenuhi oleh perusahaan karena tidak ada pihak yang mendukung masyarakat. Sehingga, konflik berlanjut dan perusahaan membiarkan konflik. Nah, pemerintah tidak berdiri dengan masyarakat," imbuhnya.

Sebab itu, bagi Rawa, pemerintah diharapkan berperan dalam memperkuat negosiasi masyarakat dengan perusahaan. Bagaimanapun, pihak korporasi menurutnya, juga ingin konflik selesai tanpa dirugikan.

"Jadi, DPRD dan Pemprov Riau seharusnya menyelesaikan konflik secara politis demi penyelesaian konflik secara menyeluruh, bukan hanya 17 kasus. Kalau DPRD hanya bersidang menghabiskan uang rakyat, lalu yang dibahas hanya 17 kasus, mau ngomong apa lagi? Percuma bayar gaji gubenur dan anggota DPRD besar kalau yang diselesaikan cuma 17 kasus," kesal Rawa.

Sebelumnya, Ketua Pansus, Marwan Yohanis mengaku, pihaknya sudah melakukan rapat internal terkait penyelesaian rekomendasi pansus.

"Untuk yang 17 konflik, kita sudah buatkan rekomendasinya, sudah masuk tahap finalisasi. Ada 17 item yang pansus rumuskan berdasarkan fakta dan kondisi di lapangan, juga sesuai dengan analisa hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Hasil rekomendasi ini nantinya akan diparipurnakan," katanya.