PBB Selidiki Pembantaian 150 Umat Muslim di Mali

Pembataian-Muslim-di-Mali.jpg
(AP)

RIAU ONLINE, SWISS - Ekstremis Dogon membunuh dengan menembak 150 warga etnis Fulani menggunakan senjata otomatis dan senapan berburu, Sabtu, 23 Maret 2019 silam. 

Badan PBB itu mengatakan, sebuah serangan hari Sabtu (23/3) di Ogossagou, di wilayah Mopti, Mali Tengah, menandai melonjaknya tingkat kejahatan.

PBB melaporkan, dalam setahun terakhir, pertempuran antara komunitas etnis Fulani dan Dogon telah mengakibatkan kematian sekitar 600 wanita, anak-anak dan pria.

Kantor HAM mengatakan, mereka yang selamat dari serangan hari Sabtu pekan lalu, kebanyakan etnis Fulani. Pemburu tradisional Dogon menyerang desa Ogossagou.

Juru bicara HAM, Ravina Shamdasani mengatakan, sebagian anggota Dogon menggambarkan etnis Fulani sebagai pendukung kelompok ekstremis Islam yang kejam.

Pembantaian Muslim di Mali


 WARGA etnis Dogon di Mali kembali ke desa mereka, setelah mengungsi untuk menghindari kekerasan.

“Saya mengerti banyak dari masyarakat ini, apakah mereka menggunakan ini sebagai dalih untuk kekerasan antar-komunitas, atau menggambarkan diri mereka sebagai apa disebut kelompok pertahanan. Mereka main hakim sendiri dan menyingkirkan apa mereka anggap sebagai ancaman ekstremisme kekerasan, akhirnya berarti banyak anak-anak terbunuh tanpa ampun, mayat orang-orang dilempar ke dalam sumur, orang dibakar hidup-hidup di rumah mereka sendiri," kata Shamdasani, seperti dilansir dari VOA Indonesia, afiliasi RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 27 Maret 2019. 

Akibat pembunuhan massa tersebut, PBB meminta pemerintah Mali menyelidiki pembunuhan lebih dari 150 orang dan membawa pelakunya ke pengadilan.

Sengketa tanah dan air antara penggembala Fulani dan pemburu Dogon adalah hal biasa. Namun pertempuran semakin berkembang dengan kekerasan.

Shamdasani mencatat, Dogon adalah satu-satunya kelompok menuduh Fulani mendukung militan Islam. Ia menjelaskan, pemerintah Mali telah melancarkan penyelidikan dan penangkapan pada masa lalu bertujuan menghentikan kekerasan.

Namun, tuturnyA, tidak ada kasus pernah disidangkan. Shamdasani mengatakan, kantornya telah mengerahkan tim penyelidik TKP dan petugas HAM ke desa-desa yang terkena dampak.

iA mengatakan, mereka akan melakukan wawancara untuk memahami apa yang terjadi. Dia mengatakan kantor HAM PBB akan mendukung pemerintah untuk melanjutkan penyelidikan itu.