RIAU ONLINE - Kejaksaan Agung (Kejagung) temukan kejanggalan dalam laporan keuangan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) pada 2021 saat mengusut kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dari sejumlah bank. Hal ini disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.
Qohar menjelaskan, laporan keuangan Sritex merugi hingga Rp15,56 triliun. Namun, pada 2020 Sritex masih mendapat keuntungan sebesar Rp1,24 triliun.
"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan, kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," kata Qohar, dikutip dari KUMPARAN, Kamis, 22 Mei 2025.
"Inilah konsentrasi dari teman-teman penyidik," imbuhnya.
Sritex juga tercatat memiliki sisa tagihan kredit yang dengan total Rp3,58 triliun yang masih belum dilunasi hingga Oktober 2024.
Sisa tagihan tersebut berasal dari kredit yang diberikan oleh Bank Jateng sebesar Rp395 miliar; Bank BJB sebesar Rp543; dan Bank DKI sebesar Rp149 miliar.
Selain itu juga ada sisa tagihan yang berasal dari sindikasi bank yang terdiri dari BNI, BRI, dan LPEI sebesar Rp2,5 triliun.
Qohar juga menjelaskan, pemberian kredit dari BJB dan Bank DKI diduga tidak memenuhi kriteria. Pasalnya, setelah kredit dicairkan, uang yang diberikan juga tak digunakan sesuai peruntukannya.
"Terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sesuai tujuan dari pemberian kredit, yaitu untuk modal kerja. Tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," jelas Qohar.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 3 orang tersangka. Mereka ialah:
Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto;
Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata;
Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa.
Perbuatan mereka diduga telah merugikan keuangan negara Rp692 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.