Oleh: Ilham Muhammad Yasir Redaktur Eksekutif Riau Online
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dalam dunia demokrasi, pemilu dan pemilihan (pilkada) yang bersih dan adil adalah dasar utama untuk menciptakan pemerintahan yang sah dan mewakili rakyat.
Namun, tantangan untuk menjaga integritas proses pemilu sering kali datang dari dalam sistem itu sendiri. Keberanian moral yang ditunjukkan oleh tokoh, seperti Firdaus, mantan anggota KPU Provinsi Riau, dan Ketua KPU Kuantan Singingi dalam mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu adalah contoh penting dalam menjaga kualitas demokrasi kita. Ia speak up (berbicara) ke publik dengan cara yang terhormat.
Pemilu yang Jujur Adil
Penyelenggaraan pemilu yang bebas, adil, dan jujur adalah prinsip dasar dari setiap negara demokrasi. Namun, dibalik itu semua, ada tantangan besar yang sering kali mengancam integritas proses ini.
Salah satu contoh nyata dari keberanian moral untuk menjaga kualitas demokrasi adalah langkah yang diambil oleh Firdaus, mantan anggota KPU Provinsi Riau. Ia speak up (berbicara) dengan melaporkan ketidakberesan yang terjadi di tubuh penyelenggara pemilu. Sebuah tindakan yang penulis anggap sangat penting.
Firdaus bukanlah orang yang asing di dunia kepemiluan. Dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, termasuk menjadi Ketua KPU Kuantan Singingi dan anggota KPU Provinsi Riau, ia memiliki pemahaman mendalam tentang bagaimana seharusnya sebuah pemilu dijalankan dengan integritas yang tinggi.
Pengalaman tersebut juga membentuk pandangannya tentang bagaimana penyelenggara pemilu harus menjaga etika dan tanggung jawab moral dalam menjalankan tugas mereka.
Ketika Firdaus memutuskan untuk melaporkan tindakan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh Ketua dan anggota Bawaslu Kuantan Singingi, ia tidak hanya berbicara tentang prosedur hukum.
Langkah ini merupakan tindakan moral untuk memastikan bahwa integritas lembaga penyelenggara pemilu tidak tercemar oleh perilaku yang tidak profesional. Firdaus tahu betul bahwa ia melaporkan orang-orang yang pernah bekerja bersama dengannya, termasuk mereka yang pernah ia didik dalam kapasitas sebagai penyelenggara pemilu.
Namun, demi menjaga kehormatan pemilu, ia memilih untuk mengesampingkan hubungan personal dan memilih jalur mengawal serta menjaga kehormatan institusi penyelenggara pemilu.
Tindakan Moral
Langkah Firdaus ini harus diapresiasi karena mengingatkan kita tentang pentingnya berbicara dan bertindak ketika melihat ketidakberesan. Seperti yang pernah dilakukan oleh Hadar Nafis Gumay, mantan anggota KPU RI 2012 - 2017, yang juga tidak ragu melaporkan penyelenggara pemilu yang melanggar etika meski mereka adalah junior-juniornya sendiri.
Hadar bahkan ikut serta dalam koalisi masyarakat sipil yang berusaha menguji regulasi yang berpotensi merusak kualitas pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Ini adalah bentuk perjuangan yang luar biasa demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu.
Hadar penerima penghargaan dari Presiden tahun 2017 “Bintang Penegak Demokrasi” saat ini tetap aktif di koalisi masyarakat sipil dan memimpin lembaga NetGrit, untuk isu-isu demokrasi melakukannya sebagai bentuk perjuangan menjaga integritas penyelenggaraan pemilu. Sama seperti yang saat ini dilakukan Firdaus.
Langkah seperti yang ditunjukkan oleh Firdaus dan Hadar menjadi penting karena menjaga integritas pemilu bukanlah tugas yang bisa dipikul oleh lembaga negara atau penyelenggara pemilu saja.
Semua pihak, termasuk masyarakat sipil, pemilih, dan peserta pemilu, harus ikut berperan aktif dalam memastikan proses demokrasi berjalan dengan baik. Penulis mengajak semua pihak yang merasa dirugikan atau menyaksikan penyimpangan dalam proses pemilu untuk tidak ragu untuk berbicara dan melaporkan. Keberanian moral untuk berbicara dan bertindak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pemilu tetap berintegritas dan transparan.
Sebagai bagian dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP, penulis sendiri telah menangani berbagai kasus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Hal ini semakin memperkuat keyakinan penulis bahwa kita tidak bisa hanya mengandalkan lembaga pengawasan seperti DKPP saja. Keberanian dari masyarakat untuk melaporkan pelanggaran dan berbicara tentang ketidakberesan adalah hal yang sangat penting.
Akhir kata, penulis mengajak semua pihak yang merasa dirugikan dalam proses pemilu maupun pilkada untuk mengikuti jejak Firdaus dan Hadar. Pemilu bukan hanya sebuah proses administratif, tetapi adalah representasi dari kehormatan demokrasi kita. Mari bersama-sama menjaga dan mengawal integritas pemilu, untuk masa depan demokrasi yang lebih baik. Semoga.
*Dewan Pembina Yayasan Peduli Literasi Demokrasi Riau (YPLDR), Ketua KPU Provinsi Riau 2019-2024 dan anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP 2014–2016 dan 2023–2024.