Bagian Hukum (1):
Oleh Ilham Muhammad Yasir, Redaktur Eksekutif RiauOnline
RIAU ONLINE, PEKANBARU - TUNTUTAN akan tata kelola yang bersih, responsif, dan akuntabel terus menguat. Tapi bagian hukum di pemerintah daerah justru kerap terpinggirkan. Ia sering hanya jadi meja legalisasi. Formalitas belaka. Padahal, dalam birokrasi modern, bagian hukum semestinya di garis depan. Menjaga legalitas. Menjamin kepastian hukum. Dan, menggerakkan reformasi birokrasi.
Sebagai unit struktural di bawah Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, bagian hukum memegang mandat yang strategis namun kompleks: dari perancangan regulasi daerah, pendampingan hukum, pengelolaan informasi hukum, hingga edukasi publik. Dalam banyak kasus, keputusan dan kebijakan kepala daerah baru memperoleh legitimasi publik dan yuridis ketika dikawal dengan baik oleh bagian hukum. Namun, seberapa siapkah bagian hukum hari ini menjalankan peran krusial itu?
Penjaga Integritas Hukum
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 12 Tahun 2024 telah memberikan kerangka nomenklatur dan fungsi bagian hukum yang lebih spesifik, termasuk pembentukan sub bagian perundang-undangan, bantuan hukum, serta dokumentasi dan informasi hukum. Tetapi lebih dari sekadar struktur, urgensinya adalah transformasi peran bagian hukum menjadi arsitek regulasi daerah yang berorientasi pada good governance.
Sebagai arsitek regulasi, Kepala Bagian Hukum wajib menguasai teknik legal drafting, memahami prinsip harmonisasi peraturan perundang-undangan, dan menjadi mitra kritis kepala daerah dalam menghindari kebijakan reaktif yang rawan gugatan hukum. Tak kalah penting, Kepala Bagian Hukum juga adalah pengawal etika jabatan dan tata kelola administratif.
Dalam era digital dan keterbukaan informasi, pengambilan kebijakan tanpa rujukan hukum yang kuat akan mudah dipersoalkan public. Bahkan berujung pada konsekuensi hukum. Di sinilah, peran “early warning system” dari bagian hukum sangat diperlukan.
Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu aspek yang sering terabaikan adalah pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH). Padahal, JDIH bukan sekadar arsip produk hukum, melainkan instrumen utama untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Perpres Nomor 33 Tahun 2012 tentang JDIHN mengamanatkan integrasi informasi hukum secara nasional. Namun dalam praktiknya, banyak JDIH daerah yang belum optimal: aksesnya terbatas, update tidak rutin, dan tidak diintegrasikan dengan sistem pengambilan kebijakan. Padahal, keterbukaan informasi hukum adalah hak masyarakat dan sekaligus mekanisme kontrol publik terhadap pemerintah daerah.
Bagian hukum harus mulai didorong untuk menjadikan JDIH sebagai etalase keterbukaan hukum, dengan menampilkan seluruh peraturan daerah, peraturan kepala daerah, keputusan strategis, hingga SOP kelembagaan. Di sinilah prinsip transparansi menemukan bentuk praksisnya.
Membangun Budaya Hukum
Satu lagi aspek strategis adalah edukasi hukum, baik ke masyarakat maupun ke dalam internal birokrasi daerah. Tidak jarang, kesalahan prosedur administratif atau pelanggaran hukum terjadi bukan karena niat jahat, tetapi karena minimnya literasi hukum di kalangan aparatur.
Bagian hukum perlu secara aktif menyelenggarakan penyuluhan hukum internal, pelatihan tentang batas kewenangan pejabat, dan pendampingan terhadap perangkat daerah dalam menjalankan fungsi regulatif maupun pelayanan. Hal ini penting untuk mencegah mala-dministrasi dan menumbuhkan budaya akuntabilitas dari hulu.
Pilar Good Governance
Untuk menjadi wajah depan pemerintahan yang profesional dan dipercaya, bagian hukum harus bergerak lebih progresif. Tata kelola internalnya harus bertransformasi dari sekedar “pemeroses dokumen hukum” menjadi lembaga strategis yang mendorong terwujudnya pemerintahan yang taat hukum, efisien, dan partisipatif.
Empat pilar good governance —akuntabilitas, transparansi, efektivitas, dan partisipasi— harus menjadi prinsip kerja operasional bagian hukum. Penyusunan peraturan harus partisipatif, dokumentasi hukum harus transparan, bantuan hukum harus responsif, dan evaluasi produk hukum harus berorientasi pada efektivitas pelayanan publik.
Penutup
Pemerintah daerah hari ini tidak bisa lagi berjalan di jalur administratif konvensional. Tantangan hukum, tekanan publik, dan kompleksitas tata kelola membutuhkan pemimpin hukum daerah yang progresif, adaptif, dan kompeten. Maka, sudah waktunya kita menempatkan bagian hukum sebagai pilar strategis pemerintahan daerah, bukan sekadar alat legalisasi. Transformasi bagian hukum bukan hanya tuntutan birokrasi, tapi prasyarat utama terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Semoga (bersambung)
*saat ini sedang menyelesaikan Program Doktor (S3) Ilmu Hukum --Hukum Tata Negara—Universitas Islam Riau, Ketua/Anggota KPU Provinsi Riau 2014 – 2019 dan 2019 – 2024.
Link : https://sivita.balangankab.go.id/blog/