RUU TNI: Realitas Menguatnya Perlawanan Sipil

Ilham-Muhammad-Yasir.jpg
(Istimewa)

Oleh Ilham Muhammad Yasir, Redaktur Eksekutif RiauOnline

RIAU ONLINE, PEKANBARU - REFORMASI 1998 menjadi titik balik penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Salah satu aspek utama yang direformasi adalah peran militer dalam politik dan kehidupan sipil. Perubahan ini ditandai dengan penghapusan Dwifungsi ABRI, pemisahan antara TNI dan Polri, serta upaya untuk mengembalikan militer ke fungsi utama mereka sebagai alat pertahanan negara. Namun, perkembangan terbaru terkait Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menunjukkan adanya dinamika baru yang mengundang perdebatan publik, terutama terkait kemungkinan kembalinya keterlibatan TNI dalam ranah sipil.

Poin Kontroversial dalam RUU TNI

RUU TNI yang saat ini sedang dibahas mengandung beberapa pasal yang mengundang kritik dari berbagai kalangan, terutama aktivis pro demokrasi dan organisasi masyarakat sipil. Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah usulan perluasan tugas dan kewenangan TNI dalam sektor non-pertahanan, termasuk bidang ekonomi, infrastruktur, dan keamanan dalam negeri.

Jika RUU ini disahkan dengan tetap mempertahankan ketentuan tersebut, maka akan ada celah bagi kembalinya militer ke ranah yang seharusnya menjadi domain sipil. Kekhawatiran terbesar adalah potensi penyalahgunaan wewenang, mengingat sejarah panjang keterlibatan militer dalam politik dan bisnis pada era Orde Baru yang sering berujung pada praktik korupsi dan represi terhadap kebebasan sipil.

Menguatnya Perlawanan Sipil

Sejak reformasi, masyarakat sipil telah menunjukkan resistensi yang semakin kuat terhadap upaya militerisasi kebijakan negara. Sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO), akademisi, dan aktivis telah bersuara lantang menolak segala bentuk kebijakan yang berpotensi menggerus prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aksi protes dan kajian kritis yang dilakukan untuk menolak pasal-pasal kontroversial dalam RUU TNI.


Resistensi ini tidak hanya muncul dalam bentuk aksi demonstrasi, tetapi juga dalam bentuk judicial review di Mahkamah Konstitusi, kampanye media sosial, serta lobi-lobi di parlemen untuk memastikan bahwa reformasi sektor keamanan tidak berjalan mundur. Realitas ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga prinsip demokrasi dan mencegah dominasi militer dalam kehidupan sipil.

Implikasi terhadap Demokrasi dan Supremasi Sipil

RUU TNI, jika tidak dikontrol dengan baik, dapat menjadi ancaman serius bagi prinsip supremasi sipil. Penguatan peran militer dalam urusan sipil berpotensi melemahkan mekanisme checks and balances serta menciptakan ruang bagi pelanggaran hak asasi manusia. Dalam negara demokrasi, militer harus berada di bawah kendali sipil yang jelas dan transparan. Setiap kebijakan yang mengarah pada perluasan kewenangan TNI di luar fungsi pertahanan seharusnya melalui pengawasan ketat oleh parlemen dan masyarakat sipil.

Selain itu, keterlibatan TNI dalam ranah non-pertahanan juga dapat mengganggu profesionalisme mereka sebagai alat pertahanan negara. Sebuah institusi militer yang terlibat dalam urusan ekonomi atau politik cenderung kehilangan fokus pada tugas utamanya dalam menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal.

Solusi dan Jalan Keluar

Agar reformasi sektor pertahanan tetap berjalan sesuai dengan semangat demokrasi, beberapa langkah perlu diambil. Pertama,  revisi RUU TNI. Pemerintah dan DPR harus membuka ruang dialog dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis HAM, untuk memastikan bahwa RUU TNI tidak membuka peluang bagi militerisasi kebijakan sipil. Kedua, memperkuat pengawasan sipil.Peran DPR sebagai institusi pengawas harus ditingkatkan agar kebijakan yang berkaitan dengan militer tetap berada dalam kendali sipil yang demokratis. Ketiga, mendorong profesionalisme TNI. Fokus utama TNI harus tetap pada pertahanan negara, bukan pada urusan ekonomi atau keamanan dalam negeri yang seharusnya menjadi tugas Polri dan pemerintah sipil. Keempat, meningkatkan kesadaran publik. Masyarakat perlu terus diedukasi mengenai pentingnya supremasi sipil dan dampak negatif dari keterlibatan militer dalam urusan non-pertahanan.

Penutup

RUU TNI adalah salah satu kebijakan yang memiliki dampak jangka panjang terhadap arah demokrasi Indonesia. Jika tidak dikelola dengan baik, ada kemungkinan bahwa reformasi yang telah diperjuangkan sejak 1998 akan mengalami kemunduran. Oleh karena itu, resistensi sipil yang semakin kuat terhadap segala bentuk militerisasi kebijakan negara harus terus dipertahankan dan diperkuat sebagai bentuk komitmen terhadap demokrasi yang sehat dan berkelanjutan.

Peran TNI yang profesional dan terbatas pada bidang pertahanan harus tetap dijaga agar tidak terjadi pengulangan sejarah kelam yang pernah menempatkan militer sebagai kekuatan politik yang dominan. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi di mana kekuatan sipil tetap menjadi pemegang kendali utama dalam tata kelola negara. Semoga tidak.