RIAU ONLINE - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap anomali yang terjadi pada harga beras di tengah kondisi produksi yang melimpah saat ini. Bahkan, stok beras tahun ini tercatat tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
“Di mana bulan lalu terjadi kenaikan harga di saat stok kita tertinggi selama 57 tahun,” kata Amran dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis 26 Juni 2025.
Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang baru dirilis tiga hari lalu menunjukkan bahwa produksi beras Indonesia diperkirakan mencapai 35,6 juta ton tahun ini. Angka itu jauh di atas target pemerintah yang sebesar 32 juta ton.
“Artinya di atas target 3,6 juta ton. Target yang diberikan pada kami,” ujar Amran, dikutip dari kumparan.
Laporan serupa juga datang dari United States Department of Agriculture (USDA) yang memperkirakan produksi beras Indonesia sebesar 34,6 juta ton, atau masih lebih tinggi dari target pemerintah.
Meski produksi melimpah, Amran menilai lonjakan harga beras di tingkat konsumen tidak sejalan dengan kondisi di lapangan. Dia menyebut ada anomali harga yang patut dicurigai.
“Nah itu adalah alasannya. Hari ini tidak ada alasan harga naik. Ada anomali yang kami baca dan dulu kita sampaikan bahwasannya harga beras di konsumen naik tetapi di produsen turun,” ungkap Amran.
Amran menjelaskan, harga di tingkat penggilingan pada bulan lalu justru mengalami penurunan. Namun, harga di tingkat konsumen justru naik.
Fenomena ini mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, kepolisian, kejaksaan, hingga inspektorat untuk turun ke lapangan melakukan pemeriksaan.
“Kita turun ngecek apa sih yang terjadi. Kalau dulu harga naik alasannya stok kurang,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pengecekan di pasar pada 10 provinsi dan kota-kota besar, ditemukan sejumlah pelanggaran, mulai dari mutu beras, berat timbangan, hingga harga yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Ternyata ada yang tidak pas termasuk HET. Pertama ada yang izinnya belum ada. Yang kedua ada beratnya tidak sesuai dengan standar. Yang ketiga tidak sesuai standar butuh yang ditetapkan oleh pemerintah, kemudian juga harga di atas HET,” kata Amran.
Dari hasil pengujian di 13 laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia, ia menyebut ditemukan ada ketidaksesuaian mutu pada 136 merek beras premium yang mencapai 85,56 persen. Sementara hanya 14,4 persen yang sesuai dengan regulasi.
Selain itu, sebanyak 59,78 persen beras premium dijual di atas HET, dan 21,66 persen tidak sesuai dengan berat standar.
“Katakanlah beratnya 5 kilo harusnya tetapi (jadi) 4 kilo,” jelasnya.
Temuan serupa juga terjadi pada beras medium. Amran mengungkapkan, sebanyak 88 persen beras medium dari 76 merek tidak sesuai mutu, dan 95,12 persen dijual di atas HET. Sedangkan ketidaksesuaian beratnya mencapai 10 persen.
Amran menegaskan, pemerintah tidak akan mentolerir praktik-praktik semacam ini. Ia meminta seluruh pelaku usaha di sektor pangan segera menghentikan tindakan yang merugikan masyarakat.
“Jangan diulangi. Sekali lagi seluruh saudaraku, sahabatku yang bergerak sektor pangan mulai hari ini tadi sepakat, nanti disampaikan mulai hari ini hal ini dihentikan,” tegasnya.