Harga Makanan Naik akan 10 Persen, Ini Sebabnya

Makanan-Kedaluwarsa.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, JAKARTA - Harga makanan diperkirakan naik 5-10 persen tahun depan. Salah satu sebabnya adalah kenaikan harga bahan baku sebagai akibat pelemahan nilai rupiah.

 

Demikian dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Adhi S, Rabu (14/10/2015). “Kenaikan 5-10 persen itu sudah maksimal. Kalau lebih dari itu, malah akan memukul penjualan," kata Adhi seperti dikutip dari laman Tempo.co. (BACA JUGA: Kemarau Panjang, 2000 Hektare Sawah di Riau Kering)

 

Adhi berujar, masing-masing perusahaan telah melakukan simulasi terkait dengan pelemahan nilai rupiah. Dia memperkirakan industri makanan dan minuman Indonesia masih sanggup bertahan dengan nilai tukar rupiah sampai Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat. "Itu maksimum. Jadi, kalau bisa, dolar Amerika harus di bawah itu,” ucapnya.


 

Dampak pelemahan rupiah akan memberatkan industri makanan dan minuman lantaran bahan bakunya masih banyak yang diimpor. Adhi mencontohkan, bahan baku berupa gula industri dan terigu 100 persen masih diimpor. Begitu juga susu dan konsentrat buah yang 70 persen impor. Dengan kondisi tersebut, kenaikan harga produk makanan dan minuman seharusnya sudah terjadi. Namun, tutur Adhi, hal itu masih sulit dilakukan karena saat yang sama daya beli masyarakat lemah. "Mau-tidak mau, perusahaan sekarang berusaha mengefisienkan diri dan mengurangi marginnya," kata Adhi.

 

Adhi telah menyatakan kondisi tersebut kepada Presiden Joko Widodo dalam pertemuan di Istana Merdeka kemarin. Agar situasi tak makin memburuk, ia meminta dukungan pemerintah agar menjamin kelancaran pasokan bahan baku. Jika pemerintah memiliki kebijakan mengurangi impor, menurut Adhi, selayaknya dilihat dulu kemampuan industri dalam negeri untuk menggantikan produk dari luar. “Jangan sampai ujungnya justru memukul industri dalam negeri,” ucapnya.

 

Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri makanan dan minuman pada triwulan pertama dan kedua 2015 masih 8 persen. Pada 2014, industri tersebut memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 560,62 triliun (berdasarkan harga berlaku) atau 29,95 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas. Tahun lalu, ekspor industri makanan dan minuman sebesar US$ 5,55 miliar atau menyumbang 4,73 persen dari ekspor hasil industri.

 

Adhi berujar, peningkatan daya saing industri makanan dan minuman harus dilakukan menjelang penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pasalnya, industri itu menjadi sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. “Presiden sangat mendukung apa yang kami usulkan dan akan menindaklanjutinya dengan melakukan deregulasi,” tuturnya.