Koalisi Anti Mafia Karhutla: Presiden, Perintahkan Kapolri Gelar Perkara Khusus SP3

Koalisi-Anti-Mafia-Karhutla.jpg
(ISTIMEWA)

RIAU ONLINE - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesian Center For Environmental Law (ICEL) dan Indonesian Corruption Watch (ICW) yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Karhutla, mendesak Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian segera melakukan Gelar Perkara Khusus terhadap penghentian penyidikan 15 perusahaan yang diduga melakukan kejahatan pembakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu.

 

Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah menegaskan Presiden segera turun tangan, sebab putusan SP3 bertentangan dengan komitmen Presiden Jokowi yang secara tegas memerintahkan penegakan hukum terhadap pembakar hutan dan lahan.

 

“Ini penting dilakukan sebab, Tito Karnavian sebagai Kapolri tidak punya keberanian menganulir SP3 yang dihentikan oleh Polda Riau,” kata Woro melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Selasa, 4 Oktober 2016.

 

Gelar Perkara Khusus, merujuk pada pasal 71 Peraturan Kapolri (Perkap) No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan syarat utama adanya persetujuan khusus dari Presiden/Menteri Dalam Negeri/Gubernur.

Baca Juga: Soal SP3, Kapolda Riau: Saya Akan Bentuk Tim dan Gandeng Aktivis

 

Menurut Woro, Gelar Perkara Khusus untuk SP3 15 perusahaan tersebut telah memenuhi syarat untuk dilakukan karena telah menjadi perhatian publik secara luas dan karhutla telah menimbulkan dampak massal.

 

Emerson Yuntho, dari ICW mengatakan Praktek pemberian SP3 yang dilakukan oleh aparat penegak hukum termasuk Kepolisian seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan dan kontroversial.

 

Sebab, kata Emerson, proses penerbitan SP3 kerap dilakukan secara diam-diam dan tertutup, dasar pertimbangan yang tidak kuat. Apalagi, ahli yang dilibatkan mendukung upaya penghentian dan dokumen terkaitnya juga sulit diakses.


 

"Bukan tidak mungkin ada pula intervensi dari pimpinan atau pihak tertentu dibalik penghentian perkara ini," kata Emerson.

Klik Juga: Tak Diperlihatkan Dokumen SP3, Haris: Jangan-jangan SP3 Itu Tak Ada

 

Pada kasus SP3 15 perusahaan pembakar hutan di Riau, menurutnya, kesan faktor non penegakkan hukum di balik penghentian perkara tersebut lebih kuat.

 

Sementara Koordinator KontraS, Haris Azhar menilai adanya kondisi yang bertentangan antara statement Kapolri dengan kondisi riil di lapangan.

 

“Kami menilai akses terhadap dokumen SP3 juga tidak menjanjikan untuk dilakukannya praperadilan, dan saran Kapolri terlihat sebagai omong kosong dan hanya sebuah bola liar yang digelindingkan dalam kasus SP3 ini,” ungkap Haris.

 

Menurut catatan KontraS, telah terjadi pelanggaran hak hidup, hak atas kesehatan, hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak atas pekerjaan, hak atas kebebasan bergerak, hak atas informasi, dan sejumlah hak lainnya dalam kasus kebakaran hutan dan lahan, tanpa ada satupun pihak yang berhasil dimintai pertanggung-jawabannya oleh negara.

Lihat Juga: Polda Riau Tak Bawa Dokumen SP3 Saat Rapat, DPR: Kalau Benar, Kenapa Takut

 

Haris mengatakan sejumlah korban pelanggaran HAM akibat pembakaran hutan dan lahan tidak mendapat akses pemulihan yang efektif. Hal ini semakin menunjukkan abainya negara dalam upayan memenuhi hak-hak konstitusional warga negaranya.

 

"Hal ini secara jelas menciderai rasa keadilan yang dimilik masyarakat, khususnya warga Riau yang menjadi korban kejahatan pembakaran hutan dan lahan," tegas Haris.

 

ICEL mencermati kejanggalan dalam penerbitan SP3 salah satunya dalam keterangan penyidik yang menangani perkara, Wadirkrimsus Polda Riau, Ari Rahman pada rapat pembahasan yang digelar Panja Karhutla DPR.

 

Selain mendesak Presiden untuk memerintahkan Kapolri untuk Menggelar Perkara Khusus atas Penerbitan SP3 15 Perusahaan untuk memastikan berjalannya upaya penegakan hukum terhadap korporasi pelaku kejahatan pembakaran hutan dan lahan, Koalisi Anti Mafia Karhutla juga mendesak Panja Karhutla DPR segera mengundang jajaran Polda yang bertugas pada saat SP3 diterbitkan untuk membuka dokumen SP3, Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan dan berkas perkara lain terkait penyidikan.

 

Koalisi Anti Mafia Kaarhutla juga mendesak KLHK dan Pemerintah Daerah untuk melakukan audit kepatuhan dan audit terhadap perijinan yang telah dikeluarkan serta memastikan tersedianya akses terhadap pemulihan yang efektif bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM akibat dari kasus kejahatan pembakaran hutan dan lahan.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline