SPS Pusat Kritik Perusahaan Pers Tak Beri Upah Layak

kebebasan-pers.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Ketua Harian Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) Pusat, Ahmad Djauhar mengkritik perusahaan pers yang tak bisa memberikan taraf standar gaji layak bagi wartawannya. Menurutnya, hal ini membuat dampak buruk bagi perkembangan perusahaan pers yang dinaunginya.

 

"Sebagai perusahaan yang memiliki badan hukum, tentu perusahaan harus bisa memberikan hak kebutuhan dasar wartawan secara layak untuk membuat iklim perusahaan yang sehat dan kompetitif. Jika hal ini tidak dipenuhi oleh perusahaan maka tidak akan mungkin perusahaan pers akan sehat," ujar Djauhar dalam dialog pers yang dilaksanakan di Pekanbaru, Kamis (7/4/2016).

 

Selama ini, Djauhar melihat banyak sekali perusahaan pers yang tidak bisa memberikan upah dan gaji yang layak bagi wartawan yang menjadi buruh di perusahaan tersebut. Hal ini menjadi faktor paling besar yang bertanggung jawab atas menurunnya kualitas wartawan dari segala aspek.

 

Kurangnya pendapatan dari perusahaan pers, kata Djauhar yang merupakan Manager Produksi di Bisnis Indonesia ini menjadikan wartawan harus mencari alternatif cara lain untuk mencari pemasukan lebih untuk menutupi kekurangan yang tak bisa ditutupi dari perusahaan persnya bekerja. Hal ini membuat wartawan terpaksa melakukan cara kotor yang melanggar kode etik jurnalistiknya.


 

"Banyak kasus ditemukan misalnya dari Dewan Pers itu, wartawan yang melakukan praktik pemerasan terhadap pejabat, pengusaha atau politisi dengan embel-embel kartu pers yang ia miliki dari perusahaannya. Itu kan jelas menyalahi dan sangat mempermalukan perusahaan," terang Djauhar.

 

Perusahaan pers dianggap sehat dan telah memberikan upah pendapatan yang layak bagi wartawan jika telah memberikan upah sekurang-kurangnya 13 kali dalam satu tahun. "Itu di luar tunjangan baik itu tunjangan sosial dan kesehatan. Dan pendapatan pokok itu harus mengikuti ukuran UMR atau UMK di kota tersebut. Jika telah memenuhi hal ini, maka perusahaan pers tersebut telah memenuhi indikator sehat," imbuhnya.

 

Setelah taraf standar pendapatan dipenuhi oleh perusahaan, baru perusahaan bisa secara tegas menegakkan kode etik dan seluruh aturan perusahaan yang tujuannya untuk membuat perusahaan tersebut maju dan berkembang.

 

"Jika wartawan melakukan pelanggaran etik jurnalis atau tak taat pada aturan kantor, maka tak perlu ragu bagi perusahaan pers untuk melakukan pemecatan terhadap wartawan itu. Itu bisa saja kita katakan sebagai benalu perusahaan yang memang harus disingkirkan supaya tak mengganggu kemajuan perusahaan," tandasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline