Meski Harga BBM Turun, Harga Daging Sapi Masih Tinggi

Daging-Sapi.jpg
(TEMPO.CO)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penurunan harga BBM bersubsidi seperti Premium dan Solar ternyata tak sejalan dengan harga komoditi daging yang masih mahal dan tak kunjung turun harga. Padahal harga BBM sudah turun sebesar Rp 500 sejak awal April lalu.

 

Kepala Disperindag Provinsi RIau, Firdaus mengatakan harga daging tak kunjung turun karena pasokan daging di pasaran untuk Riau ini tak ada penambahan sama sekali dari Bulog yang ada di pusat, Jakarta. Jika ada persetujuan dari Bulog untuk menambah kuota daging sapi dari pusat untuk RIau, mungkin harga daging sapi bisa sedikit dikendalikan sehingga harganya bisa turun dan tak semahal sekarang ini.

 

"Kita juga heran. Padahal harga BBM sudah turun sejak April lalu tapi harga daging masih saja segitu. Harusnya sedikit menurun karena faktor yang membuat harga daging tinggi itu karena biaya tansportasi yang cukup tinggi. Dan ketika harga BBM turun ya turun jugalah," ujar Firdaus kepada wartawan, Rabu (6/4/2016).

 

Firdaus berharap paling tidak persentase penurunan harga BBM bisa berpengaruh sedikit terhadap harga daging. "Jika sekarang harga perkilonya Rp 120 ribu ya turunlah agak jadi Rp 115 ribu.Selisih segitu juga turut berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang kini mulai menurun dan lesu. Jangan kalau pas BBM naik saja harganya naik, sedangkan waktu BBM turun seperti sekarang ini, harganya tak mau turun juga," pungkasnya.


 

Harusnya Dinas terkait seperti Dinas Peternakan dapat memenuhi kuota kebutuhan daging masyarakat Riau yang sangat tergantung pada daging impor ketimbang daging lokal. Karena selain membantu peternakan lokal, hal tersebut juga membuat stabilitas harga lebih bisa dijamin ketimbang kondisi kini yang cenderung lebih banyak dipasok dari daging impor Australia.

 

"Daging kita itu diimpor dari Australia kemudian diturunkan dari Lampung dan Jawa. Dari sanalah kita memasok kebutuhan daging kita yang ada di Riau ini. Selisihnya sekitar enam banding empat untuk daging impor dan lokal. Makanya harga daging harus diseimbangkan dengan pengendalian kebijakan dari kuota dan harga dari Bulog. Kalau kita sulit melakukannya karena kita hanya mendistribusikannya saja," terang Firdaus.

 

Akibat masih tingginya harga daging sapi di pasaran, ada penurunan daya beli masyarakat untukdaging sapi hingga mencapai 20 persen. Penurunan ini kebanyakan dialami oleh konsumsi rumah tangga. "Kalau yang masih stabil itu dari sektor perdagangan makanan jadi seperti rumah makan, bakso, sate dan lainnya. Karena mereka tak bisa mengganti komoditasnya. Sedangkan kalau rumah tangga kan bisa disubstitusikan dengan yang lain," tandasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline