RIAU ONLINE, SIAK – Puluhan anak di Kampung 40, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, tak mengenyam pendidikan, akibatnya anak-anak tak bisa membaca dan menulis. Tidak hanya itu, sebagian besar warga di wilayah terpencil ini belum memiliki identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kampung 40 adalah sebuah pemukiman yang berada di perbatasan Kabupaten Siak dan Bengkalis. Wilayah ini masuk dalam wilayah Kampung Teluk Lancang, Kecamatan Sungai Mandau, Siak Riau.
Sunar, warga setempat menyebutkan, Kampung 40 terbentuk sejak tahun 2008, dihuni oleh warga pindahan dari luar Provinsi Riau yang membeli lahan dengan harga sekitar Rp15 juta per dua hektare untuk dijadikan tempat tinggal dan sumber penghidupan.
"Awalnya, Kampung 40 dihuni oleh ratusan kepala keluarga (KK). Namun, seiring waktu, jumlah itu menyusut dan kini tersisa 72 KK saja," kata Sunar.
Akses menuju pusat kampung sangat terbatas, warga harus menempuh belasan kilometer melewati teluk atau sungai menggunakan sampan karena tidak tersedia jalan darat.
Sebagai alternatif, warga Kampung 40 biasanya keluar dan masuk melewati Kampung terdekat Tuah Indrapura yang berjarak sekitar 10 kilometer melalui jalan tanah.
Sunar mengeluhkan kondisi warga, terdapat sekitar 50 anak usia sekolah Paud, TK, SD, SMP dan SMA, namun tidak seluruhnya bisa mengenyam pendidikan karena tidak ada sekolah dan tenaga pendidik.
“Dulu sempat dibangun sekolah secara swadaya, kelas jauh dari SD Buantan Lestari. Tapi hanya bertahan beberapa tahun. Lulusan pertama masih dapat ijazah, tapi lulusan kedua tidak. Anak-anak jadi tidak semangat sekolah karena dianggap sia-sia lulus tidak dapat ijazah,” ujar Sunar.
Menurutnya, sekolah tersebut sudah tidak lagi beroperasi selama 9 tahun. Tak hanya itu, di Kampung 40 tidak ada fasilitas kesehatan, listrik bahkan sebagian besar belum memiliki KTP.
Menurutnya, sekarang warga yang memiliki penghasilan lebih memilih menyewa rumah di kampung terdekat seperti Tuah Indrapura, Buantan Lestari, Kemuning Muda dan Buantan Besar agar anak-anak mereka bisa bersekolah. Namun, hal itu tentu tidak bisa dilakukan oleh semua warga.
“Yang tidak mampu menyewa rumah, anaknya tidak sekolah. Mereka hanya bermain di parit, atau ikut orang tua ke ladang,” imbuhnya.
Masalah lain yang dihadapi warga adalah soal administrasi kependudukan. Sebagian besar dari mereka belum memiliki KTP, dan hanya segelintir yang memiliki KTP dari kampung sekitar seperti Tuah Indrapura, Buantan Besar, atau bahkan Dayun.
Warga berharap pemerintah daerah dan pusat memberi perhatian serius terhadap nasib pendidikan dan administrasi kependudukan di Kampung 40. Mereka mendambakan hadirnya sekolah yang layak agar anak-anak di kampung itu tidak terus tertinggal.