UAS dan Rocky Gerung Satukan Iman dan Akal Demi Selamatkan Bumi di Rimbang Baling

UAS-dan-Rocky-Gerung.jpg
(DEFRI CANDRA/RIAU ONLINE)

RIAU ONLINE, KAMPAR - Di tengah hijaunya bentang alam Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau, tersaji dialog sarat makna, Kamis, 19 Juni 2025.

Bukan sekadar peringatan Hari Bhayangkara ke-79 atau Hari Lingkungan Hidup Sedunia, namun sebuah panggung pertemuan gagasan yang menyatukan nalar dan kebijaksanaan spiritual demi menyuarakan kepedulian terhadap bumi.

Dalam acara bertajuk “Dialog Lingkungan Hidup”, yang digagas oleh Polda Riau sebagai bagian dari program Bakti Religi dan Peduli Lingkungan, dua tokoh nasional dengan latar belakang berbeda, Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Rocky Gerung, saling mengisi membuka cakrawala baru akan pentingnya menjaga kelestarian alam.

Kehadiran mereka menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat setempat, termasuk Wakapolda Riau Brigjen Pol Jossy Kusumo, Gubernur Riau Abdul Wahid, jajaran Forkopimda, serta tokoh adat.

Antusiasme tergambar dari ratusan pasang mata yang menyimak dalam diam, sebuah kesunyian yang justru menggema oleh kesadaran.

Rocky Gerung, dengan gaya khasnya yang lugas dan kritis, memulai sesi diskusi dengan menyoroti paradigma hukum dan eksistensi alam.

"Subjek hukum lingkungan itu bukan cuma manusia. Bahkan cacing, rumput, burung, dan semut punya hak untuk mempertahankan eksistensinya,” tegas Rocky, mengawali.

"Kerusakan ekologis adalah isyarat. Alam sedang mengirim pesan, dan manusia gagal membacanya. Maka, bumi menjadi teks ilahi yang harus kita tafsirkan ulang," tambahnya.


Filsuf yang dikenal luas karena pemikirannya yang tajam ini juga mengutip Surat Ar-Rum, menekankan bahwa kehancuran bumi bukan kehendak Tuhan, melainkan akibat dari keserakahan manusia.

Di sisi lain, UAS menghadirkan suara langit yang menyejukkan. Dalam gaya bertuturnya yang khas. UAS mengajak peserta acara untuk melihat alam sebagai bagian dari semesta ibadah.

“Kalau kita benar-benar yakin bahwa pohon-pohon itu bertasbih dan bersujud kepada Allah, maka tangan kita akan segan untuk menebang mereka sembarangan,” ujar UAS.

“Alam bukan benda mati. Ia makhluk yang hidup dalam ketaatannya. Menyakiti pohon, membakar hutan, membunuh satwa, itu bukan sekadar pelanggaran hukum itu menciderai tatanan spiritual," jelasnya.

Lebih dari sekadar diskusi, forum ini juga menandai apresiasi terhadap aksi nyata. Polda Riau mendapat pujian atas komitmennya dalam pelestarian lingkungan, seperti program penghijauan hutan, pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo, serta inisiasi kurikulum “Polisi Peduli Lingkungan” di lembaga pendidikan kepolisian.

Gagasan kunci yang muncul dari pertemuan ini adalah tentang “Hijrah Ekologis”, sebuah transformasi kolektif dari penegakan hukum semata menjadi gerakan aktif menjaga keberlanjutan alam.

Pada satu momen puncak, ketika Rocky Gerung menyatakan bahwa “burung pun punya hak untuk hidup” dan UAS menegaskan bahwa “pohon itu bertasbih kepada Allah”, benang merah pun tampak terang.

“Bumi ini bukan milik siapa pun, melainkan titipan untuk generasi yang akan datang.”

Dialog ini bukan hanya ajang bertukar pikiran, tapi titik temu antara iman, ilmu, dan aksi. Sebuah pengingat bahwa melindungi lingkungan adalah ibadah, bukan sekadar pilihan etis, tetapi kewajiban moral, spiritual, dan intelektual yang tak bisa ditawar lagi.

Ketika para tokoh dari dua dunia yang berbeda dapat duduk bersama, menyuarakan satu pesan untuk bumi, maka harapan itu masih ada bahwa di tengah krisis lingkungan yang kian mencekam, kesadaran kolektif bisa menjadi cahaya penuntun untuk perubahan.

"Jika iman menjaga hati, dan ilmu menjaga nalar, maka keduanya harus bersatu menjaga bumi,” tutup Rocky, yang langsung disambut anggukan takzim dari UAS.