Gembong Narkoba Terbesar di Indonesia, Siapa Sebenarnya Fredy Pratama?

Fredy-Pratama.jpg
(Foto: Thomas Bosco/kumparan)

RIAU ONLINE - Fredy Pratama, gembong narkoba terbesar di Indonesia saat ini tengah diburu Polri. Fredy mengendalikan jaringan narkoba dari Thailand dengan target market Indonesia dan Malaysia.

Sejauh ini, polisi telah membekuk 39 kaki tangan Fredy dengan 10,2 ton sabu dan 116.346 butir ekstasi yang turut disita. Tak hanya Polri, Fredy yang merupakan bandar narkoba kelas kakap itu juga menjadi buruan Interpol dari 4 negara.

Lalu, siapa sebenarnya Fredy Pratama?

Sepak terjang Fredy Pratama di dunia hitam narkoba tak dapat dipungkiri. Bahkan, Fredy disebut punya banyak nama panggilan. Mulai dari Fredy Pratama, Miming, Fredy Miming, Wang Xiang Ming.

Fredy disebut-sebut memiliki aset di Kota Banjarmasin. Hal ini terungkap saat polisi menyita restoran terkenal di Jalan Djok Mentaya, Banjarmasin, pada Selasa, 12 September 2023, lalu.

Restoran bernama Shaghai Palace itu diduga milik Fredy. Kini, restoran itu telah dipasangi garis polisi. Penyegelan dilakukan terkait pengungkapan sindikat narkoba internasional jaringan Fredy Pratama.

Sejumlah kendaraan bermotor juga tak luput jadi sitaan polisi. Sedikitnya, 4 unit mobil dan 1 motor mewah disegel.

Hal ini terungkap dari keterangan pejabat Mabes Polri bersama Polda Kalsel ketika jumpa pers pengungkapan Transnational Organized Crime (TOC) alias Kejahatan terorganisasi transnasional Narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jaringan Fredy Pratama alias Miming, sebagaimana dilansir dari Suara.com, Jumat, 15 September 2023.

Menurut kabar yang beredar, Fredy Pratama merupakan putra dari pengusaha restoran setempat. Dia tampaknya tidak asing dengan Provinsi Kalimantan Selatan, karena lahir di Kota Banjarmasin.


Apalagi, sosok Miming, nama lain Fredy mendapat sorotan warga Kalimantan Selatan. Ia ternyata memang sudah terkenal di dunia internasional, bukan cuma Indonesia.

Kini, Fredy menjadi buronan Interpol 4 dari 4 negara, termasuk Indonesia, juga Royal Malaysia Police, Royal Thai Police, dan US-DEA.

Fredy menjadi buruan Interpol sejak dikabarkan bersembunyi di The Golden Triangle (Segitiga Emas) yang menjadi zona surga bandar narkotika di Asia Tenggara. Fredy diduga mengendalikan pasar gelap narkoba Kalimantan Selatan, terutama Banjarmasin sejak 2013.

Saat ini, Fredy diduga bersembunyi di Thailand. Fredy semakin sulit dikejar lantaran sudah melakukan operasi plastik. Sampai saat ini Fredy masih dinyatakan sebagai buron.

Sementara itu, Bareskrim Polri telah membongkar sindikat perdagangan gelap narkoba jaringan internasional Fredy Pratama yang disebut sebagai pengungkapan terbesar se-Indonesia. Bahkan, sindikat Fredy kemungkinan adalah yang terbesar.

"Setelah ditelusuri lebih lanjut, diketahui sindikat Fredy Pratama ini adalah sindikat narkoba yang cukup besar, mungkin terbesar," kata Kepala Bareskrim Polri Komjen Wahyu Widada pada Selasa lalu.

Komjen Wahyu menjelaskan pengungkapan sindikat narkoba tersebut merupakan hasil kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari jajaran polda, termasuk Kepolisian Malaysia dan Thailand.

Ia menyebut pengungkapan ini adalah yang terbesar mengingat sejak 2020-2023 terdapat sekitar 408 laporan terkait kasus narkoba yang merupakan jaringan Fredy Pratama.

Total, sebut Wahyu, sebanyak 884 tersangka telah ditangkap dari 408 laporan periode 2020-2023. Dalam pengungkapan sindikat jaringan Fredy, Polri merilis 39 tersangka yang ditangkap dari berbagai daerah sejak Mei hingga September 2023.

Salah satu tersangka, kata Wahyu, merupakan seorang selebgram asal Palembang, berinisial APS, yang juga jaringan Fredy. APS diamankan berdasarkan pendalaman yang dilakukan terhadap suaminya, K. K merupakan narapidana yang sedang menjalani hukuman di Nusakambangan, Jawa Tengah.

Dari tersangka APS, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya lain 4 rumah milik APS, satu Alfamart milik APS dan 13 unit kendaraan roda empat berbagai jenis. Adapula sejumlah perhiasan dan barang bermerk yang disita.

Sementara itu Fredy sendiri masih diburu dan berstatus buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO). Semua tersangka yang terlibat dijerat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun sebagian juga disangka pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).