Pertaruhkan Nyawa, Penyelundupan PMI Ilegal di Batam Diduga Masih Marak

Ilustrasi-Imigran-Ilegal.jpg
(JabarNews)


RIAU ONLINE - Sejumlah nyawa melayang dalam peritiwa tenggelamnya kapal pengangkut pekerja migran ilegal beberapa waktu lalu. Namun, penyelundupan manusia bermodus pekerja migran dari Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menuju Malaysia masih saja terjadi.

Pada Kamis, 16 Juni malam, satu speedboat yang mengangkut 30 pekerja migran ilegal terbalik di peraian Nongsa. Kendati 23 orang berhasil diselamatkan, tapi 7 orang masih belum diketahui nasibnya.

Praktik penyelundupan manusia dari Batam diduga masih marak terjadi. Dalam sepekan ini saja, aparat Malaysia menangkap 11 imigran gelap yang mencoba masuk melalui Johor pada Selasa, 14 Juni 2022 malam.

Laporan Berita Harian, seperti dilansir dari Batamnews jaringan RIAUONLINE, Minggu, 19 Juni 2022, para imigran gelap yang diangkut kapal tersebut berusia 20 hingga 50 tahun. Mereka ditahan di posisi 3.1 mil laut barat daya Tanjung Penyusop di Johor sekitar pukul 12.30 waktu setempat, setelah keberadaan mereka yang mencurigakan terdeteksi Sistem Pengawasan Maritim Malaysia (SWASLA).

Dalam keterangannya, Royal Malaysia Navy (RMN) menjelaskan sistem SWASLA mendeteksi kapal kecepatan tinggi bergerak dari perairan Batam di Indonesia dan diduga menuju ke perairan Tanjung Penyusop di Johor.

Johor Area Control Center (ACC) menyalurkan informasi adanya penyusupan aset TLDM yakni Royal Ship (KD) Gempita di lapangan untuk ditindaklanjuti.


“KD Gempita mengkoordinir aset TLDM yaitu speedboat FCB 1124 dan kapal interseptor RHIB Lepau untuk melakukan tracking dan intersepsi terhadap kapal-kapal yang mencurigakan.

"Kapal imigran gelap berusaha kabur begitu mengetahui keberadaan RMN, namun aksi cepat kedua kapal oleh aparat berhasil menahan seluruhnya," katanya dilansir Berita Harian, Rabu, 15 Juni 2022.

Aktivis HAM Kota Batam sekaligus Partor Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Kepri, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus menilai, dua peristiwa yang terjadi dalam sepekan itu patut menjadi catatan bagi penegak hukum.

"Dua peristiwa itu yang terekspos ke publik, dan itu membuktikan upaya-upaya penyelundupan manusia ini masih terjadi di Kepulauan Riau," kata Romo Paschal.

Baginya, kedaulatan wilayah bukan hanya berarti tentang masalah teritorial namun juga keseriusan memberantas praktik human trafficking antar negara.

Menurutnya, aparat terkait seharusnya belajar dari peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi. Ia mengingatkan mengingatkan peristiwa pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini, saat sejumlah nyawa pekerja migran ilegal melayang dalam kecelakaan laut.

"Peristiwa harusnya menjadi pelajaran sekaligus bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi berat bagi pelaku human trafficking, termasuk mereka yang terbukti membekingi," tegas dia.

Ia menyampaikan harapan setiap penjagaan di perbatasan harus dievaluasi kembali. Selain itu, perlunya keseriusan instansi terkait dalam menjaga setiap perbatasan.

"Kenapa ini terus berulang, pihak-pihak terkait harus bertanya kepada diri sendiri, sebenarnya kalian itu serius atau tidak dalam menjaga perbatasan," katanya.