Inilah Alasan Klasik Polisi saat Tangani Kasus Asap Riau

Meme-Asap-Riau.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU ­– Ketidakberdayaan Polres di jajaran Polda Riau untuk menyeret tersangka pembakaran lahan baik pribadi maupun perusahaan yang lahan mereka dibakar maupun terbakar, menjadi bahasan sengit di diskusi diselenggarakan Koalisi Penyelamat Sumber Daya Alam Riau (Koalisi PSDA) Riau, Rabu (2/9/2015). 

 

Direktur Ekesekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan mengatakan, Satuan Khusus yang dibentuk untuk penanggulangan asap di Riau ternyata hanya mampu menetapkan 28 tersangka saja. Padahal, satuan khusus ini hanya terbentuk di tujuh provinsi  langganan asap. 

 

(Baca Juga: Sekolah Diliburkan Gara-gara Asap

 

“Polda Riau itu memiliki satuan khusus asap tapi hanya 28 tersangka saja yang berhasil ditetapkan,” ujar Riko.

 

Riko juga mengkritik vonis pengadilan yang sangat ringan untuk kejahatan lingkungan ini. Ini tak terlepas dari andil Kejaksaan dan Pengadilan. “Banyak sekali tersangka yang akhirnya divonis ringan malah sebagian divonis bebas hanya karena lemahnya alat bukti yang bisa dikumpulkan oleh mereka. “

 

Sementara itu, wartawan Senior Kompas, Syahnan Rangkuti, mengkritik ketidakmampuan, keengganan serta ketidakmauan Polda Riau mengusut pembakaran lahan baik di areal milik pribadi maupun perusahaan. 


 

(Klik Juga: LBH Pekanbaru: Pemerintah Jokowi Lamban Tuntaskan Masalah Asap

 

Ketidakmauan mengusut secara tuntas kasus pembakaran lahan dan hutan ini karena kepolisian selalu beralasan tak punya anggaran lebih untuk mengusutnya.

 

“Satuannya ada tapi karena tak ada dianggarkan yang disediakan, makanya sangat sedikit sekali pembakar bisa mereka tangkap. Jadi ya kembali lagi, alasan mereka adalah alasan klasik sudah ada sejak dulu,” ungkap Syahnan. 

 


Sedangkan, Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali mengatakan, penyebab tiap tahun Riau selalu kebakaran hutan dan lahan akibat buruknya tata kelola kehutanan dan perizinan selama ini diabaikan pemerintah, penegak hukum memperburuknya dengan penegakan hukum lingkungan di Riau. 

 

(Baca: Anggaran Bencana Asap Rp 40 Miliar Rawan Korupsi

 

“Sebagian besar lahan terbakar di Riau ini merupakan konsesi diberikan pada perusahaan. Namun ketika lahan tersebut terbakar, perusahaan malah menyalahkan masyarakat membakarnya. Padahal masyarakat itu sendiri diupah oleh perusahaan untuk melakukan Land Clearing di lahan konsesi,” katanya. 



Ia memberikan contoh PT ADEI Plantation milik Malaysia, sudah divonis tiga kali oleh pengadilan, walaupun sebenarnya kasusnya jauh lebih banyak dari perkara sampai di pengadilan, izin mereka tetap ada. 

 

"Tapi hingga sekarang tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah. Setidaknya sebelum pidana, sudah dilakukan sanksi administratif. Misalnya penyegelan atau penghentian operasional,” tuturnya. 

 


Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline