Mandala Foundation Apresiasi Polda Riau Tangkap Dua Cukong Perambah di TNTN

Irjen-Herry-Heryawan11.jpg
(Dok. Polda Riau)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pemerhati lingkungan dari Mandala Foundation mengapresiasi langkah tegas Kepolisian Daerah (Polda) Riau dalam menindak perambahan kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau.

Seperti diketahui, Polda Riau menangkap dua orang yang diduga menjadi aktor utama perambahan hutan di TNTN. 

Kedua pria berinisial NR dan DA ditangkap atas dugaan penguasaan dan pengubahan fungsi lahan seluas sekitar 401 hektare di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.

"Kami sangat mengapresiasi langkah cepat dan tegas dari Polda Riau dan tim gabungan yang berhasil menangkap dua cukong, N dan D".

"Ini adalah bentuk nyata dari penegakan hukum dalam menjaga kawasan konservasi. Mereka diduga kuat telah menjadikan kawasan TNTN yang seharusnya dilindungi sebagai kebun sawit pribadi,” ujar Tommy, Sabtu, 28 Juni 2025.


Tommy menilai tindakan tersebut mencerminkan keseriusan aparat dalam menyelamatkan TNTN, yang merupakan habitat penting bagi Gajah Sumatera spesies yang kini terancam punah.

Menurutnya, upaya penegakan hukum ini penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah eksploitasi liar terhadap kawasan hutan konservasi.

"Ini bukan hanya soal hutan, tapi tentang masa depan ekosistem dan warisan lingkungan bagi anak cucu kita. Kita tidak bisa lagi membiarkan hutan dijarah untuk keuntungan segelintir orang,” tegasnya.

Menurut Tommy, Kapolda Riau, Irjen Pol. Herry Heryawan, dinilai memiliki komitmen kuat dalam upaya pelestarian lingkungan. 

Ia menyoroti tindakan simbolis Kapolda yang menjadikan dua anak gajah, Domang dan Tari, sebagai anak asuh. Menurutnya, hal tersebut mencerminkan kepedulian mendalam yang jarang ditemui pada sosok penegak hukum.

"Langkah Kapolda Riau menjadikan Domang dan Tari sebagai anak asuh adalah bentuk kepedulian yang tidak biasa. Ini bukan hanya tindakan simbolis, tapi menunjukkan empati dan keberpihakan nyata kepada satwa yang tak bisa bersuara," jelasnya.

Ia menambahkan, satwa seperti gajah tidak bisa menyuarakan penderitaan mereka sendiri. Oleh karena itu, manusia yang memiliki suara dan kuasa harus berdiri menjadi juru bicara bagi mereka.

"Gajah tak mampu bersuara lewat media, mereka tak bisa menulis keluh kesah. Maka kita yang hidup, yang punya suara, harus menjadi penyambung suara mereka," pungkasnya.