RIAU ONLINE, PEKANBARU – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pekanbaru, Edward Riansyah atau yang akrab disapa Edu, mengaku diminta uang sebesar Rp100 juta oleh ajudan mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, yakni Nugroho Adi Dwi Putranto alias Untung.
Pengakuan tersebut disampaikan Edu saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran senilai Rp8,9 miliar yang kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa 17 Juni 2025.
"Untung yang minta (uang) atas nama Pj Wali Kota," ungkap Edu di hadapan majelis hakim.
Meski tidak dijelaskan secara rinci peruntukan dana tersebut, Edu mengaku tetap menyerahkan uang karena merasa berada dalam tekanan.
"Kalau memang untuk operasional, apakah itu tanggung jawab Kepala Dinas PUPR?" tanya Hakim Anggota Jonson Parancis.
"Tidak," jawab Edu singkat.
Edu mengaku permintaan uang tersebut membuatnya terpaksa mencari dana dengan meminjam kepada pihak rekanan di PUPR Pekanbaru.
"Saya pinjam uang ke dua orang rekanan masing-masing Rp25 juta. Saya bilang kalau wali kota butuh dana operasional," ujarnya.
Hakim kemudian mempertanyakan motif di balik pemberian uang sebesar Rp100 juta tersebut, apakah itu bentuk loyalitas.
"Dimana paksaan yang Anda maksud? Supaya jelas," tanya hakim lagi.
"Biar dianggap loyal saja, bisa membantu Pj (Wali Kota)," kata Edu.
Hakim lalu menggali lebih jauh, apakah selama dirinya menjabat sebagai Kepala PUPR pernah dituntut untuk menunjukkan loyalitas.
“Bisa saja dimutasi atau diberhentikan," ucap Edu.
"Jadi menurut Anda, memberikan uang Rp100 juta bisa dianggap sebagai bentuk loyalitas?" tanya hakim.
Hakim pun mengkritik tindakan Edu yang meminjam dana ke rekanan untuk keperluan pejabat pemerintah.
"Bisa pinjam uang ke rekanan begitu saja?" tanya hakim.
"Seharusnya tidak bisa, tapi saya tidak tahu lagi," ucap Edu.
Kasus ini menyeret tiga terdakwa utama, yaitu mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, mantan Sekretaris Daerah Indra Pomi, dan mantan Kepala Bagian Umum Novin Karmila, yang diduga terlibat dalam pengelolaan anggaran tak sesuai prosedur.