RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seorang vendor proyek asal Pekanbaru, Senopati Adhibayu mengungkapkan keluhannya atas laporan yang dibuat sejak September 2024 hingga kini tak ada perkembangan.
Senopati mengatakan dirinya mengalami kerugian besar setelah menjalin kontrak kerja sama proyek dengan perusahaan bernama PT Alesha Gala Nugrah (dikenal juga sebagai Castavia Royal AXA), dengan dugaan penipuan dan wanprestasi dari pihak perusahaan yang diwakili oleh seorang bernama Mirza Pahlevi.
Kasus ini bermula ketika Senopati Adhibayu yang berperan sebagai vendor dalam proyek Castavia, menyepakati kontrak kerja dengan perusahaan tersebut.
Namun, pembayaran terhadap jasa dan pekerjaan yang telah dilakukan tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Dari total nilai kontrak, sisa pembayaran yang tidak kunjung dibayarkan mencapai angka sekitar Rp700 juta.
"Awalnya, nilai kekurangan pembayaran itu sekitar Rp819 juta, lalu setelah negosiasi dengan Pak Mirza Pahlevi selaku direktur, disepakati menjadi Rp750 juta. Itu pun atas permintaan beliau sendiri untuk dibuatkan surat kesepakatan," ujar Senopati, Kamis, 5 Juni 2025.
Surat kesepakatan tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak, termasuk pengacara dari pihak Castavia.
Dalam surat tersebut, pembayaran seharusnya dilakukan dalam tiga tahap, pertama Rp50 juta pada 10 Agustus, Rp100 juta pada 17 Agustus, dan Rp600 juta paling lambat 10 September 2024.
Namun, Senopati menegaskan bahwa hanya pembayaran tahap pertama yang dilaksanakan, sementara dua tahap berikutnya tidak pernah dipenuhi.
"Saya sudah dikejar-kejar oleh supplier dan tukang. Karena itu saya ikut saja kesepakatan itu, walau dalam keadaan tertekan dan kondisi kesehatan saya sedang tidak baik. Tapi nyatanya, setelah pembayaran pertama Rp50 juta, sisanya tidak pernah dibayar," ujarnya.
Merasa tidak mendapatkan itikad baik, Fathiadi melaporkan dugaan tindak pidana ini ke Polresta Pekanbaru pada 12 September 2024, dengan nomor laporan BB/269/2024/SPKT/Polresta Pekanbaru. Namun, proses hukum yang berjalan justru menambah luka bagi Senopati Adhibayu.
Senopati juga mengungkapkan bahwa surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) awal yang ia terima pada 21 Oktober 2024, menyebutkan bahwa kasus telah naik ke tahap penyidikan sejak 24 September 2024.
Namun, tiba-tiba muncul SP2HP baru tertanggal 14 Januari 2025, yang menyatakan bahwa kasus kembali ke tahap penyelidikan.
"Kenapa kasus saya sudah dinyatakan naik sidik, tiba-tiba diturunkan lagi jadi lidik? Tidak ada penjelasan yang jelas. Saya tanya penyidik, tidak pernah diangkat. Saya kirim pesan ke penyidik Pak Gema, juga tidak dibalas," tambah Senopati dengan nada kecewa.
Senopati juga mempertanyakan prosedur penyidikan yang menurutnya tidak sesuai aturan. Ia menyebut, sebagai pelapor dan korban, dirinya seharusnya diperiksa terlebih dahulu sebelum pihak terlapor. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
"Yang pertama kali dipanggil justru pihak terlapor. Kami sebagai pelapor dan korban malah belakangan dipanggil. Kami heran, kenapa seperti itu?" terangnya.
Ia juga menyinggung sikap arogan dari pihak yang dilaporkannya. Dalam ruang pemeriksaan, ia mendengar adanya pernyataan yang membuatnya terpukul.
"Saya dengar sendiri dari salah satu pihak saat itu, katanya 'Mas Bayu siap-siap perang ya, ini manusia sombong sekali'. Saya bingung, saya korban, kenapa saya yang diperlakukan seperti musuh?" paparnya.
Setelah berbulan-bulan berjuang tanpa kejelasan, Fathiadi kini meminta keadilan dan kepastian hukum dari pihak berwenang, termasuk Kapolresta Pekanbaru dan Kapolda Riau.
Ia menyatakan dirinya telah kehilangan segala daya dan upaya untuk memperjuangkan haknya secara mandiri.
"Saya sudah melapor ke sana-sini. Saya hanya ingin keadilan. Kenapa hukum seperti tidak berpihak pada orang kecil seperti saya? Uang Rp700 juta bukan angka kecil. Itu adalah hasil kerja keras saya dan rekan-rekan tukang serta supplier," katanya sambil menahan emosi.
Dengan semua dokumen, surat kesepakatan, bukti pembayaran, dan laporan kepolisian yang sudah ia serahkan, Fathiadi hanya meminta satu hal: kejelasan hukum.
"Saya ingin tahu di mana posisi hukum saya sekarang. Saya korban, tapi seolah-olah saya yang bersalah. Mohon kepada Bapak Kapolresta, Kapolda, atau siapa pun yang bisa bantu, tolong beri kami kepastian hukum. Saya hanya ingin hak saya dikembalikan," pungkasnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Bery Juana Putra membantah dengan tegas kalau pihaknya tidak melakukan proses laporan yang dilayangkan oleh Senopati Adhibayu.
"Kita tetap proses laporannya, bukan tak jalan. Saat ini kita sudah memeriksa 6 orang saksi dari pihak perusahaan, pekerja dan pelapor," ujar Kompol Bery.
Kompol Bery juga membantah kalau kepolisian melakukan penyelidikan kemudian ke penyidik dan balik lagi ke penyelidikan.
"Tidak ada hal seperti itu, ini bukti surat-suratnya, semua masih penyelidikan," terang Bery sambil melihatkan bukti surat hasil Penyelidikan.
Kompol Bery menegaskan kalau pihaknya akan transparan dan terus memproses setiap laporan yang masuk.
"Kami serius dalam menangani perkara ini. Semua langkah dilakukan secara transparan dan profesional,” pungkasnya.