Balada Kelompok Tani Menggala Jaya Rohil: Perjuangkan Hak di Hari Tua

Anggota-Kelompok-Tani-Menggala-Jaya.jpg
(Bagus Pribadi/RIAUONLINE.CO.ID)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anwar Nain muda masih sanggup berpontang-panting mencari uang agar dirinya turut menjadi bagian dari Kelompok Tani Menggala Jaya. 26 tahun kemudian, ia terjepit di lahannya sendiri.

Sekarang, Anwar hanya bisa berharap dengan sisa tenaga di usia lansia, 57 tahun, bisa kembali mendapatkan lahan seluas dua hektare sesuai dengan bunyi surat hasil keputusan rapat pengurus Kelompok Tani Menggala Jaya tertanggal 10 November 1996 itu.

Salinan surat beserta empat salinan kwitansi, dua salinan kartu anggota, dan satu salinan KTP diambilnya dari saku kemeja batik berwarna putih-hijau yang dikenakannya. Dengan tersendat-sendat, ia menjelaskan tumpukan salinan-salinan itu adalah bukti dan syarat menjadi anggota Kelompok Tani Menggala Jaya.

“Syaratnya bayar angsuran Rp 50 ribu sebanyak empat kali. Totalnya Rp 200 ribu. Saya bayar angsuran itu dari hasil kuli panggul, saat menjadi anggota SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia),” kata Anwar dengan Bahasa Melayu khas Rokan Hilir (Rohil).

Agar lebih jelas, Anwar berusaha membacakan tumpukan salinan itu dengan bantuan kacamata. Gemetar di tangannya membuat kacamata terjatuh ke lantai dan menyebabkan salah satu lensa terlepas dari gagang kacamata itu. Bagi Anwar, Rp 200 ribu bukanlah jumlah yang sedikit di zaman sebelum reformasi. Syarat pengurus kelompok tani itu cukup menyulitkannya, meski ia sanggup memenuhi persyaratan itu.

“Saya lah yang paling lama menyetor angsuran itu dibandingkan teman-teman lainnya,” ujarnya sembari memungut lensa kacamatanya di lantai.

Nyaris seluruh hidup Anwar diisi dengan kerja-kerja bertani. Sejak dibentuknya Kelompok Tani Menggala Jaya pada 1996, dirinya menginjak usia 31 tahun dan sudah bekerja sebagai petani. Hal itu ditegaskan dalam status pekerjaan surat permohonan dirinya agar menjadi anggota Kelompok Tani Menggala Jaya pada 30 November 1996 silam. 

“Sekarang, kalau untuk dijual saya tak mau. Tapi kalau untuk anak kemenakan biarlah, meski saya tak dapat bagian,” katanya diiringi air mata yang berlinang-linang.

Kepengurusan Baru, Sumbu Konflik

Anwar tak sendiri, ia beserta ratusan dari total anggota Kelompok Tani Menggala Jaya berjumlah 350 anggota, termasuk ahli waris, menuntut hak mereka. Kelompok tani yang bertempat di Desa Menggala Sakti, Rokan Hilir (Rohil) itu khawatir tanahnya dirampas dengan total 700 hektare.

Sabtu, 26 November 2022,  siang itu, anggota Kelompok Tani Menggala Jaya berkumpul di salah satu rumah anggota guna membahas lahan yang mereka klaim miliki seluas 700 hektare sesuai dengan administrasi hak kelola pada 1996 berdasarkan surat Nomor: 03/X/1996 pada 12 Oktober 1996 oleh Kepala Desa Sekeladi, Kecamatan Tanah Putih.

Juru bicara Aliansi Masyarakat dan Anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, Muzakir, mengungkapkan tanah tersebut menjadi objek sengketa dengan pengusaha asal Sumatera Utara, Sunggul Tampubolon. Perkara yang ditangani oleh Peradilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Pekanbaru dengan putusan 66/G/2021/PTUN.PBR. Dalam hal ini, PTUN Pekanbaru menolak gugatan atas nama Khoironi, selaku ketua kelompok tani.

Kepengurusan Khoironi serta Sekretaris, Syafri Arizal, dan Bendahara, Nasrul, dibentuk setelah pengurus inti, di mana ketua dan bendahara meninggal dunia. Pembentukannya pun sangat tidak demokratis, dengan hanya melibatkan 16 anggota dari 350 anggota Kelompok Tani Menggala Jaya.

Pasca terbentuknya kepengurusan, Khoironi dkk. membuat kesepakatan perdamaian di atas kertas pada 2 September 2022. Kesepakatan itu berisi untuk mengakhiri sengketa permasalahan hukum tentang sengketa hak atau tumpang tindih lahan baik secara pidana di Kantor Polres Rohil maupun secara perdata di PTUN Pekanbaru, yang proses hukumnya, banding, tengah berlangsung di PTUN Medan.

Kesepakatan damai dengan Sunggul Tampubolon itu dilakukan dengan cara menjual 700 hektare seharga Rp 10 miliar dengan pembagian Rp 5 miliar kepada Khoironi dkk. dan Rp 5 miliar kepada Sunggul Tampubolon. 

Hal ini lantas menimbulkan ketidaksepakatan di anggota Kelompok Tani lain karena keputusan tersebut dinilai tidak representatif untuk kepentingan kelompok. Terlebih itu dilakukan tanpa musyawarah terlebih dahulu. Kalau ada jual-beli lahan kelompok tani, sudah sepatutnya pengurus inti mengumpulkan anggotanya untuk dimintai pendapatnya masing-masing.

“Kami menolak seluruh poin kesepakatan damai antara pengurus dengan pemodal asal Medan, Sunggul Tampubolon. Anggota hanya menerima salinan surat perdamaian tersebut,” terang Muzakir.


Lebih jauh, Koordinator Anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, Lahidir, dengan tegas menyebut keputusan Khoirin dkk. cacat secara legal karena tidak berdasarkan keputusan bersama. 

"Secara legalitas harusnya pengurus mendudukkan masalah ini dengan anggota," kata Lahidir.

Lahidir menolak keras upaya peradilan tersebut, terlebih salah satu poinnya mengakui kebenaran lahan Sunggul Tampubolon seluas 500 hektare dari total 700 hektare. 

"Kalau Sunggul Tampubolon klaim 500 hektare lahan milik dia, nanti kita sama-sama buktikan di pengadilan," tambah Lahidir.

Dia menceritakan, belum lama ini dirinya bertemu dengan kuasa hukum pengurus Kelompok Tani Menggala Jaya, Eduard Manihuruk, di Bagan Batu. Kuasa hukum itu lantas memberitahukan bahwa lahan kelompok tani akan dijual. 

Ternyata, pihak pengurus sudah membentuk kepengurusan baru tanpa pemberitahuan kepada 350 anggota kelompok tani. Dalam notaris tersebut banyak anggota lama yang tak dimasukkan. 

"Lalu dia menyodorkan akta notaris pengurus baru. Ada anggota kelompok tani sebelumnya tak tercantum di akta itu," jelasnya keheranan.

Menurut Lahidir, pengurus sudah melenceng dari tujuan utama pendirian kelompok tani tersebut. Masyarakat ingin lahan itu dikelola dengan sistem bapak angkat dan anggota menerima hasil tiap bulannya. 

"Pemda mengamanahkan pengurus untuk menggarap lahan itu jadi perkebunan sawit, tapi pengurus sibuk mau menjual tanah ini. Terakhir surat perdamaian ini sampai ke masyarakat. Mandat dari siapa ini?" gugatnya.

Konflik Vertikal Menjelma Konflik Horizontal

Asa dan perjuangan ratusan anggota Kelompok Tani Menggala Jaya untuk merenggut kembali hak atas lahan kolektif mungkin masih amat terpisah dari titik terang. Kendati begitu, detik demi detik masa-masa pengambilan kembali hak ini membuka kesadaran apa saja yang menjadi hak mereka, baik secara vertikal lagi horizontal.

Kesepakatan damai di atas kertas antara Khoironi dkk. Dengan Sunggul Tampubolon belum sampai ke telinga ratusan anggota lainnya, namun lahan tumpang tindih itu sudah digarap.

Seperti Lahidir yang mendapati lahannya sudah dirusak alat berat yang sedang bekerja meratakan tanah di areal lahan itu. Anggota kelompok tani lainnya yang tak terima kebun mereka dirusak, mencoba menghentikan paksa alat berat hingga terjadi kontak fisik dengan operator alat berat. 

Kesepakatan damai sepihak tanpa sepengetahuan anggota kelompok tani seperti itu, kerap kali mengindikasikan relasi kepentingan penguasa, aparat, dan pemilik modal.

Bagi ratusan anggota kelompok tani, kesepakatan diam-diam dengan menjual lahan kolektif bagaikan sampar. Terlebih lagi, mereka yang menggantungkan hidupnya pada satu pancang lahan seluas dua hektare itu.

Nasib sial pun menghampiri Basri, salah satu anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, diduga terlibat pengeroyokan dalam aksi tersebut. Ia ditangkap dan ditahan oleh aparat dari Polres Rohil.

Lahidir dan teman-teman pun mendesak polisi membebaskan Basri yang ditahan, karena ia mempertahankan tanahnya yang diserobot. 

"Kami minta aparat kepolisian bijaksana dan transparan dalam menangani perkara pengeroyokan yang terjadi di lahan kelompok tani karena kami berupaya mempertahankan lahan milik kami," tegas Lahidir.

Memang, berdasarkan dua video berdurasi 22 detik dan 8 detik bertanggal 25 Oktober 2022, pukul 10.52 WIB itu, tampak satu alat berat sedang membuat parit pembatas di lahan. Pergerakan alat berat itu pun disaksikan beberapa orang anggota kelompok tani.

Tak diam dan sekadar menyaksikan seorang temannya di balik jeruji besi, anggota kelompok tani itu berencana menggelar unjuk rasa pada Selasa, 29 November 2022, besok. 

Mereka dengan tegas menolak seluruh poin kesepakatan damai Khoironi dkk dengan Sunggul Tampubolon. Lalu mendesak pihak berwenang menindak oknum tak bertanggung jawab yang menjual lahan kelompok tani. Serta, meminta Polres Rohil bijaksana menangani kasus dugaan pengeroyokan tersebut. 

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Menggala Jaya, Khoironi, mengonfirmasi pihaknya tidak melibatkan Lahidir dkk dalam pembuatan surat kesepakatan damai tersebut. Alasannya, mereka bukan anggota kelompok tani. 

Khoironi juga tak mengakui Anwar Nain sebagai anggota kelompok tani serta membantah kwitansi dan dokumen keanggotaan tahun 1996 yang dimiliki Anwar Nain. Dalam notaris yang dimilikinya tidak ada nama Anwar Nain. 

"Memang nama mereka tidak masuk, apa dimasukkan semua orang se-Indonesia ini, gitu?" katanya saat dihubungi pada Minggu, 27 November 2022.

Khoironi juga bersedia berhadap-hadapan menunjukkan dokumen dan notaris bukti keanggotaan kelompok tani.  

"Kalau dia (Anwar Nain) masuk anggota tunjukkan bukti kwitansinya. Diperiksa dulu. Setahu saya, kami belum ada mengubah nama-nama anggota, tetap mengacu yang lama. 350 (anggota)," sambungnya.  

Disinggung soal aksi yang akan dilakukan oleh kelompok tani pada pekan depan, Khoironi menyerahkan pada anggota kelompok tani.  

"Itu terserah mereka, tapi kalau mereka demo itu ada yang bertanggung jawab. Silakan saja, mau demo atau apa silakan saja. Kemauan orang tak bisa kita tahan-tahan," tutur Khoironi.  

Khoironi menyatakan, pihaknya akan mengambil sikap untuk menanggapi tuntutan masyarakat yang mengaku kelompok tani tersebut.  

"Kalau yang tidak masuk anggota berbuat kayak begitu, kami akan buat tindakan juga gitu loh," pungkas Khoironi.