Dituntut 18 Bulan Penjara, Tiga Mantan Pejabat Kuansing Divonis Bebas

sidang.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, TELUK KUANTAN - Tiga mantan pejabat Kuansing yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian honorarium kegiatan pada Bagian Pelayanan Pertanahan Setda Kuansing Tahun 2015 lalu, divonis bebas Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat, 8 Mei 2020.

Ketiga terdakwa yang divonis bebas tersebut adalah Suhasman, mantan Kabag Pelayanan Pertanahan Setdakab Kuansing selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Dedi Susanto dan Mega Fitri, keduanya waktu itu menjabat sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Mengejutkan memang, seperti dikutip kejari-kuantansingingi.go.id, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kuansing menuntut ketiga terdakwa dengan 1 tahun 6 bulan penjara terkait dugaan korupsi dana honorarium senilai Rp395 juta tersebut.

Sidang vonis tersebut digelar secara virtual dan dipimpin langsung Yudis Silen, SH, MH, selaku Hakim Ketua pada PN Tipikor Pekanbaru.

Kajari Kuansing melalui Kasi Pidsus, M Gempa Awaljon Putra, SH, MH dikonfirmasi Sabtu, 9 Mei 2020, membenarkan kalau ketiga terdakwa divonis bebas. "Iya," kata Gempa singkat.

Saat ditanya apa yang membuat Hakim memberi vonis bebas terhadap ketiga terdakwa, dikatakan Gempa, secara umum karena unsur pasal tidak terbukti.

"Terhadap ketiga terdakwa sudah kami eksekusi tadi malam (Jumat,red) pukul 21.00 WIB dengan cara membebaskan terdakwa dari Rutan Kelas I Pekanbaru (Suhasman dan Dedi) dan Lapas Wanita Pekanbaru (Mega Fitri)," katanya.

Selanjutnya kata Gempa, untuk upaya hukum kasasi akan dilakukan segera setelah melaporkan hasil sidang ini secara berjenjang kepada pimpinan. "Sidangnya hari Jumat kemarin," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejari Kuansing menahan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pada Bagian Pelayanan Pertahanan Sekretariat Daerah (Setda) Kuansing Tahun 2015, Senin, 6 Januari 2020.

Ketiganya ditahan atas dugaan korupsi pemberian honorarium kegiatan penataan dan inventarisasi tanah dan kegiatan penyelesaian konflik pertanahan dan monitoring permasalahan pertahanan pada tahun anggaran 2015.

Ketiga tersangka yang ditahan masing-masing DS yang waktu itu menjabat sebagai Pj Kasubag pengaturan penguasaan hak atas tanah pada Bagian Pelayanan Pertanahan dan selaku PPTK dalam kegiatan penataan dan inventarisasi asset tanah.

Kemudian MF waktu itu menjabat selaku Pj Kasubag pengelolaan tanah pada Bagian Pelayanan Pertahanan dan juga selaku PPTK dalam kegiatan penyelesaian konflik pertanahan dan monitoring permasalahan pertanahan tahun anggaran 2015.

Dan terakhir Shm, waktu itu selaku Kepala Bagian (Kabag) Pelayanan Pertanahan Setda Kuansing dan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pejabat pembuatan komitmen (PPK).

Gempa menuturkan, kasus ini bermula dari hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK terhadap dua kegiatan pada Bagian Pelayanan Pertanahan tahun 2015.

Dimana BPK menyimpulkan adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses penganggaran dan pelaksanaan kegiatan.

"Dari hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan menunjukan bahwa penyusunan anggaran kedua kegiatan tersebut dan penetapan besaran honorarium Tim dan Panitia tidak didukung dengan kertas kerja," kata Gempa waktu itu.

BPK juga menyimpulkan dari hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan menunjukan bahwa penentuan personil dan jumlah personil Tim dan Panitia dengan tugas pokok Sub Bagian di Bagian Pelayanan Pertahanan dan penetapan besaran honorarium Tim dan Panitia tidak memiliki dasar analisis.

"Penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara atau daerah sebesar Rp 395.762.500,00," katanya.

Ketiganya melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidanan korupsi, sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.