Revitalisasi Stadion Utama Riau untuk Jadi Economic Enabler Bukan Diswastakan

Revitalisasi-Stadion-Utama-Riau-untuk-Jadi-Economic-Enabler-Bukan-Diswastakan.jpg
(Istimewa)

Oleh: Sandewa, Alumnus Sosiologi Unri

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Seminggu terakhir, Wacana menjual Stadion Utama Riau oleh Gubernur Riau Abdul Wahid terus menerima kritik dan penolakan. Gubernur baru Riau ini mengatakan wacana tersebut disebabkan beban anggaran pengelolaan stadion kebanggaan Riau tersebut yang konon mencapai 55 Miliar/tahun. 

Sebagian besar masyarakat yang berkomentar di media sosial menolak, sebagian lain memberikan pendapat untuk disewakan saja atau dikelola pihak ketiga, sama seperti beberapa Anggota DPRD yang rapat pada Jumat, 2 Mei 2025 dan Senin, 5 Mei 2025.  

Jika mau dikritisi, mindset pemerintah yang merasa “rugi” sebenarnya perlu dipertanyakan. Kerugian itu tidak hanya dirasakan oleh Riau saja, ada belasan bahkan puluhan stadion di Dunia yang bernasib serupa. Apalagi memang di Indonesia, kita jauh lebih dikenal “pandai membuat, tidak pandai merawat”. 

Sejatinya ini harusnya telah dipikirkan pasca PON 2012. Mengingat bukan stadion sepakbola ini saja yang ingin dijual (juga arena PON yang lain), pantas jika kita bertanya selama ini pemerintah sudah melakukan apa, kok sampai stadion 1,8 Triliun ini bisa terpikirkan untuk di jual?

Mari kita bedah secara sosial dan ekonomi terkait masalah ini untuk mendapatkan solusi terbaik.  Stadion yang dapat menampung 45.000 penonton ini lebih sehari-hari menampung ratusan pedagang dan ribuan pengunjung yang berolahraga ringan seperti jogging, fun badminton di pelataran luar stadion, bersepeda, atau sekedar jalan santai. 

Di bagian depan stadion, pinggiran jalannya dipenuhi parkir kendaraan roda dua/ empat. Di seberangnya, lapangan terbuka dimanfaatkan masyarakat berlatih mengemudi. Secara sosial, stadion ini bukan hanya kebanggaan masyarakat tetapi juga sumber pendapat sekaligus pelataran sosial yang hangat.

Pemanfaatan stadion secara kasat mata, membuktikan bahwa stadion utama bisa menjadi public good yang mampu mendorong ekonomi lokal. Kita yang berkunjung ke sana tau betul apa saja yang bisa jadi sumber uangnya. 

Bukan hanya penyewaan alat dan lahan parkir, ada begitu banyak sebenarnya yang bisa dikelola. Paling tidak ada 5 tindakan yang bisa dilakukan untuk membenahi pengelolaan stadion. Saya menyebutnya Revitalisasi Stadion Utama menjadi Economic Enabler. 

Pertama, Transparansi dan Pemusatan otoritas. Saat ini transparansi pengelola, dana kelola, dan keuntungan atau kerugian tidak kelihatan. Ini adalah hal pertama yang harus dilakukan, ubah stadion menjadi milik publik tidak secara teknis tetapi harfiah. 


Berikan ruang terbuka pada publik untuk tahu mengenai stadion, seterbuka saat publik mendengar semua janji kampanye. Pemusatan otoritas harus dilakukan dengan penunjukan pengelola resmi pemerintah, rekrut orang-orang yang kompeten, tidak perlu banyak tetapi cukup untuk mengelola pekerjaan manajerial. 

Pekerjaan non manajerial berikan kesempatan kepada masyarakat sekitar, seperti petugas kebersihan, maintenance, general affair, keamanan dll. Selebihnya mari berdayakan mahasiswa untuk internship per 6 bulan. 

Kedua, Penyusunan kalender event. Ini menjadi penting mengingat selama ini pemanfaatan bagian dalam yang merupakan pemasukan paling besar bagi pemerintah justru tidak signifikan (bagi masyarakat setiap hari mereka bisa mendapatkan hasil). 

Oleh karenanya kalender event itu penting agar pemerintah daerah tau berapa revenue & cost. Kalender juga penting agar tidak terjadi kesalahan fatal terkait bentrok penggunaan stadion atau penyalahgunaan otoritas (kalender harus dipublikasi sehingga transparan).

Ketiga, digitalisasi. Digitalisasi bukan hanya aset melainkan juga sistem parkir, status pekerja tetap/lepas/internship, pendaftaran UMKM, publikasi event, perawatan gedung, dan membership. 

Pengguna jalan tentu merasa akan lebih senang ketika pinggiran jalan tidak digunakan untuk parkir (on street parking), oleh karenanya otoritas pengelola bisa membuat sistem parkir di dalam area stadion dan meniru pengelolaan seperti mall. 

Setali dengan itu, kita perlu digitalisasi status pekerja sehingga ketika ada petugas stadion, dsb dapat terdeteksi dan meminimalisir premanisme sekaligus memberi kenyamanan & keamanan pengunjung. UMKM  dan pedagang lainnya juga harus didata, mereka juga perlu membayar iuran sewa (misalnya cukup 50.000/bulan & 200.000/partisipasi event. 

Perawatan gedung bisa dilakukan dengan sensor IOT sehingga lebih efisien. Elemen terakhir ialah membership/keanggotaan. Kita tidak asing dengan ini, seperti penawaran member di marketplace, ritel, credit card bank dll. Faktanya mereka bisa menjaga pelanggan dengan baik. 

Jika stadion menerapkan sistem membership maka pemerintah tidak hanya meraih pengunjung tetap tetapi juga memaksimalkan pekerjaan para pengelola sehingga setiap ada event, tim marketing bisa segera menginformasikan kepada member mereka. 

Pemerintah daerah bisa menarif 50-100 ribu/pertahun ke member dengan pendaftaran gratis. Berikan keuntungan, misalnya setiap event yang diadakan di Stadion seperti pertandingan, lomba, pentas seni, dll bisa mendapatkan diskon, informasi lebih awal (tidak terbatas kegiatan di stadion utama tetapi juga kegiatan yang diselenggarakan Pemda Riau).

Keempat, Penyewaan Stadion. Pendapatan terbesar dari banyak stadion biasanya ialah dengan penyewaan stadion untuk pertandingan atau konser. Penulis jadi teringat belakangan Pekanbaru jadi tujuan konser band/artis papan atas baik nasional maupun Internasional. 

Selain itu Riau sebagai rumah beberapa perusahaan besar harusnya bisa menawarkan arena stadion utama atau venue pasca PON lainnya sebagai tempat kegiatan Gathering tahunan mereka. Selain itu untuk meminimalisir minimnya stadion, sewakan stadion untuk publik maksimal 2 kali sepekan (sesuaikan kalender). 

Terakhir, Pemanfaatan. Menurut data, dari 66 Ha area yang dimiliki, luas bangunan hanya sekitar 7,8 Ha dan masih banyak area yang tidak dimanfaatkan. 

Pemanfaatan tidak hanya dengan pembangunan infrastruktur baru tetapi juga dengan yg sudah ada, misalnya arena jalan dibagian belakang digunakan untuk olahraga Gocar bagi anak-anak. 

Area terbuka bisa untuk panahan.  Pengelola juga bisa mengadakan event penarik seperti Culinary Night Festival, Pameran, Jogging dengan rute pendek berawal dan berakhir di Stadion, atau bahkan liga sepakbola Riau (antar kabupaten).

Pada intinya, kemauan pemerintah daerah dalam mengelola Stadion Utama Riau adalah ha yang utama. Jika dilakukan secara tepat dan kreatif bisa mengubah pandangan “beban/rugi” menjadi economic enabler bagi pemerintah dan masyarakat.