LBH Pekanbaru: Petani Bukan Penjahat Lingkungan Hidup

Syfrudin.jpg
(istimewa)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Lembaga bantuan hukum atau LBH Pekanbaru, selaku Penasihat Hukum dari Syafrudin, membacakan pledoi atau nota pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Syafrudin dengan perbuatan yang terlampauinya baku mutu ambien Pasal 98 ayat (1) UU. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurut Penasehat Hukum, tuntutan JPU ragu-ragu dan tidak memperhatikan fakta di persidangan. JPU mendakwakan Syafrudin dengan 2 pasal, yaitu Pasal 108 jo Pasal 69 huruf h Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 98 ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Pledoinya, Penasehat Hukum menyebutkan bahwa dakwaan pertama tidak terbukti, karena Syafrudin mengelola lahan, bukan membuka lahan dengan cara membakar dan pembakaran yang dilakukannya juga melihat kearifan lokal.

"Pembakaran dengan melihat kearifan lokal yang hidup di masyarakat bertujuan api tidak menyebar karena adanya sekat bakar dan yang dibakar dibawah 2 ha yaitu 400 m2," terang Andi Wijaya.

Lalu pada dakwaan kedua dan merupakan pasal yang dituntut pada Syafrudin, menilai bukti untuk pasal ini sangat lemah dan tidak mempunyai nilai pembuktian, karena JPU tidak pernah menunjukkan di persidangan hasil laboratorium dan tidak diperkuat oleh keterangan ahli, maka alat bukti surat harus ditolak karena bertentangan dengan Surat Keputusan Mahkamah Agung No. 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan hidup dan Pasal 186 KUHAP.


"Dalam SKMA 36 tahun 2013 sudah jelas pembuktian bukti surat hasil laboratorium harus diperkuat dengan keterangan ahli di persidangan sedangkan ahli dan bukti surat tidak ditunjukkan dipersidangan," kata Rian Sibarani, yang membacakan pledoi.

Penasehat Hukum terdakwa berkesimpulan bahwa Syafrudin tidak terbukti telah melakukan perbuatan yang menyebabkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup sesuai pasal yang dituntut oleh JPU.

Syafrudin merupakan petani dengan menanam tanaman palawija di tangkap Pada 17 Maret 2019, Kasus pembakaran lahan yang ia lakukan naik ke Persidangan. Atas perbuatan Syafrudin, ia dituntut 4 tahun denda Rp 3 Milyar subside 6 bulan karena membakar lahan seluas 2 borong atau 400 meter.
Menurut Jaksa Penuntut Hukum atau JPU, Syafrudin terbukti melanggar pasal 98 Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Dalam penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan seharusnya penegak hukum lebih serius dalam kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh korporasi dengan skala lahan yang terbakar lebih dari 2 ha, bukan para petani kecil yang 400 m2," kata Andi Wijaya.

"Jangan jadikan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas," tutupnya.

Sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan ditutup pukul 16.30, akan dilanjutkan tanggal 28 Januari 2020 dengan agenda tanggapan Jaksa atas pledoi.