Tidak Semua Gugatan Dikabulkan MK, Ini Syaratnya

Pilkada-Serentak-Riau.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dosen Hukum Tata Negara Universitas Riau, Dr Mexsasai Indra. Mengatakan, Tak semua permohonan sengketa hasil Pilkada pada 9 Desember 2015 lalu dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.. Menurut Mexsasai, hanya gugatan yang memenuhi persyaratan dari Undang-undang saja yang dapat diterima gugatannya oleh MK.

 

"Untuk dapat dikabulkan permohonan gugatan sengketa hasil Pilkada oleh MK, pihak pemohon yaitu pihak yang kalah harus bisa memenuhi salah satu dari 2 aspek syarat untuk gugatannya dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Pertama aspek Kuantitatif dan yang kedua aspek kualitatif," ucap Mexsasai kepada RIAUONLINE.CO.ID, Sabtu (19/12/2015) ketika dihubungi via telepon. (KLIK: Ini Profil Pilot Pesawat Nahas Milik TNI AU)

 

Aspek Kuantitatif menurut Mexsasai yaitu pihak pemohon bisa mengajukan permohonan pembatan hasil Pilkada lalu jika selisih suara sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan oleh UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-undang. 

 


"Menurut Pasal 158 Ayat 2 dalam UU Nomor 8 tahun 2015 itu dijelaskan bahwa Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan-ketentuan. Nah ketentuan itu sudah jelas dirincikan dipoin-poin selanjutnya," jelas Mexsasai.

 

Mex melanjutkan, ketentuan tersebut diukur dari jumlah penduduk dalam Kabupaten maupun Kota yang ada di daerah tersebut. Apabila makin banyak jumlah penduduknya maka makin kecil pula rasio persentasi maksimum selisih suara yang harus dipenuhi. (BACA: Antisipasi Aksi Teror, Polisi Perketat Pengamanan Natal dan Tahun Baru)

 

"Daerah dengan penduduk 0 hingga 250 ribu itu selisih maksimal sebesar 2 persen. 250 ribu hingga 500 ribu itu sebesar 1,2 persen. Kemudian 500 ribu hingga 1 juta itu maksimal 1 persen. dan terakhir untuk daerah lebih dari 1 juta jiwa maksimal selisih suara yang harus dipenuhi itu sebesar 0,5 persen dari total keseluruhannya," jelas Mexsasai.

 

Aturan pembatasan ini dipertegas oleh undang-undang karena mengingat perkara sengketa hasil yang ditangani oleh MK seringkali tak berubah dari penetapan yang dibuat oleh KPU. Hal ini dibuat agar tak semua perkara bisa diperkarakan. 

 

"Banyak perkara yang hasilnya tak berubah walaupun dilakukan pemungutan ulang suara. Ketetapannya seringkali tak berubah dengan hasil KPU. Makanya dibuatlah aturan ini supaya semuanya tak asal menggugat. Terlalu banyak kandidat yang membabi buta ingin menggugat ke MK," tandas Mexsasai.